Siapa Kami

Lembaga Advokasi Kebijakan Berbasis Bukti

International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) adalah organisasi masyarakat sipil yang berjuang untuk pembangunan Indonesia sejak 1985. Pergerakan kami dituangkan melalui advokasi kebijakan yang berbasis bukti

Terakreditasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan UN Special Consultative Status with the Economic and Social Council (ECOSOC).

Menyandang status ini sejak 2004, INFID memiliki akses untuk terlibat dalam berbagai konferensi internasional yang diselenggarakan oleh PBB, seperti High Level Political Forum untuk membahas agenda pembangunan berkelanjutan yang diadakan setiap bulan Juli, serta Sidang Umum setiap bulan September.

Berpartisipasi aktif dalam berbagai forum internasional.

INFID merupakan anggota aktif di FORUS sejak 2009, sebuah jaringan NGO global yang mewadahi forum-forum NGO nasional di seluruh dunia yang berbasis di Paris, Prancis. INFID juga bagian dari Beyond 2015, TAP Network, dan SDSN, yaitu inisiatif-inisiatif global yang bertujuan untuk mendorong pelaksanaan dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2022. INFID menjadi Chair of Civil 20 (C20) dalam periode bersejarah kepemimpinan G20 Indonesia.

Terpilih menjadi Envoy dan Steering Committee dalam Open Government Partnership (OGP Global).

INFID berperan dalam mengawal pembangunan di daerah-daerah di Indonesia dengan memberikan masukan-masukan strategis, serta berbagi pengalaman dengan sesama komite dari berbagai negara. INFID juga mewakili OGP dalam berbagai forum tingkat tinggi untuk berbagi pengalaman praktik baik dalam membangun agenda pemerintahan terbuka.

Fokus Utama

Progam INFID

Tata Kelola Iklim yang Demokratis dan Berkeadilan Gender;

Bertujuan untuk mengawasi dan memastikan bahwa tata kelola iklim di Indonesia berjalan secara demokratis dan mematuhi, serta memenuhi prinsip-prinsip hak asasi manusia, khususnya perempuan dan kelompok rentan.

Pembangunan yang Inklusif dan Berkeadilan

Merespon, mengadvokasi, dan memberikan rekomendasi solusi atas tantangan pemerataan dan keadilan pembangunan di Indonesia.

Masyarakat Sipil untuk Hak Asasi Manusia & Demokrasi

Bekerja untuk memastikan bahwa ekosistem masyarakat sipil berdaya, kuat dan terlibat dengan bermakna dalam setiap aspek pembangunan, sehingga meningkatkan kualitas demokrasi dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia.

Mewujudkan demokrasi, kesetaraan, keadilan sosial dan perdamaian serta terjamin dan terpenuhinya Hak Asasi Manusia di tingkat nasional (Indonesia) dan di tingkat global

  • Menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan, keadilan sosial dan perdamaian melalui pendidikan publik
  • Melakukan penelitian dan kajian kebijakan berbasis bukti
  • Melakukan dialog kebijakan untuk mendorong terciptanya kebijakan yang berpihak dan menjamin terpenuhinya Hak Asasi Manusia bagi seluruh masyarakat terutama kelompok miskin dan marjinal berdasarkan nilai-nilai demokrasi, kesetaraan, keadilan sosial dan perdamaian
  • Bekerja sama dan melakukan jejaring kerja membangun solidaritas

Inklusif, Toleransi, dan Kolaborasi

INFID bekerja berlandaskan keberagaman, tanpa memandang suku, agama, ras, warna kulit, kewarganegaraan, dan kemampuan fisik. Fokus pada kompetensi dan semangat beradvokasi, serta berkolaborasi.

Perjalanan INFID

2019 Hingga Saat Ini

Kerja keras INFID bersama berbagai elemen masyarakat dalam mendorong pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) berujung pada pengesahan UU tersebut tahun 2022. INFID memproduksi lima dokumen penguat advokasi, yaitu satu kertas kebijakan, dua briefing paper, satu kertas posisi, dan satu rekomendasi kebijakan. Upaya INFID dalam tidak berhenti sampai pengesahan, advokasi terus berlanjut untuk memastikan implementasi UU TPKS sesuai dengan mandat yang tertuang dalam UU.

Selain itu, dalam G20 Indonesia 2022, INFID ditunjuk sebagai Chair of Civil 20 (C20) yang mengkoordinir ratusan civil society organisations (CSOs) dari seluruh dunia untuk mendesak pemimpin negara G20 menciptakan solusi atas tujuh isu; tujuan pembangunan berkelanjutan & kemanusiaan; akses vaksin & kesehatan global; kesetaraan gender & disabilitas; perpajakan & keuangan berkelanjutan; lingkungan, lingkungan, keadilan iklim, dan transisi energi; edukasi, digitalisasi, dan civic space; antikorupsi.

INFID juga mendapat kepercayaan menjadi salah satu wakil dari unsur non-pemerintah dalam Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GT BHAM) yang dibentuk oleh Pemerintah RI, melalui Kementerian Hukum dan HAM. INFID berperan untuk mengkoordinasikan upaya pengarusutamaan bisnis dan HAM di tingkat nasional.

Pada 2025, INFID kembali menjadi perwakilan OMS dari Indonesia untuk menyampaikan CSO Statement terkait capaian SDGs Indonesia secara nasional di markas PBB, New York AS. 

Pada usia 40 tahun (2025), INFID tetap teguh sebagai wadah yang mengadvokasikan hak asasi manusia, demokrasi, serta pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Semakin lama eksistensi INFID, semakin jelas pesannya: peran masyarakat sipil tidak dapat dinegosiasikan dalam sebuah demokrasi dan tidak boleh dilemahkan. INFID berkomitmen untuk terus berperan dalam membentuk masa depan masyarakat sipil di Indonesia dan di tingkat global.

2016 - 2018

Pada 2015, agenda MDGs dilanjutkan menjadi agenda SDGs (Sustainable Development Goals) untuk periode 2015–2030. SDGs memiliki 17 Tujuan dan 169 Indikator yang harus dicapai pada 2030. Seperti MDGs, INFID juga turut berperan aktif untuk mendorong pencapaian tujuan dan indikator SDGs, di antaranya melalui penyusunan kerangka regulasi Perpres SDGs No. 59 Tahun 2017 dan penyusunan kerangka kelembagaan, yaitu tim pelaksana dan pokja nasional. 

Selain itu, INFID juga mendampingi 10 Kabupaten Kota dalam pelaksanaan SDGs di tingkat daerah dengan tujuan memberikan praktik baik implementasi SDGs yang akan memberi inspirasi bagi daerah lainnya untuk turut melaksanakan pencapaian SDGs di tahun 2030.

Dampak perjuangan INFID dalam memerangi kemiskinan sebagai bagian dari tujuan pembangunan tercatat melalui penurunan angka kemiskinan di Indonesia. Pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, rasio kemiskinan berkurang hingga satu digit menjadi 9,66 persen pada September 2018. 

INFID telah bekerja untuk mengangkat beban utang luar negeri menjadi agenda utama pemerintah dan lembaga-lembaga donor, yang saat itu mematok beban utang tidak lebih dari dua persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Negara-negara pemberi pinjaman seperti Jerman, Amerika Serikat, Italia kemudian memberikan keringanan utang (debt relief). INFID telah berhasil memulai dan mendorong pelaksanaan akuntabilitas dan keterbukaan pembiayaan pembangunan (financing for development) Indonesia.

2005 - 2015

INFID tercatat sebagai aktor utama dalam memperbaiki relasi yang lebih setara antara donor dan penerima. Pembubaran forum donor untuk Indonesia Consultative Group on Indonesia (CGI) tahun 2007 merupakan perubahan besar bagi Indonesia dan lembaga donor. Lembaga donor juga mengakui bahwa mereka selalu dipantau dan diawasi oleh INFID untuk membuat mereka lebih terbuka, transparan, dan jujur dengan peranan mereka.

INFID secara konsisten menyesuaikan agendanya dengan perubahan situasi, mulai dari reposisi peran LSM/OMS, hingga isu-isu seperti pembiayaan untuk pembangunan, kebijakan perdagangan yang adil, Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs), dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).

1998 - 2004

Konferensi tematik dua tahunan INFID (1998–2004) telah mengubah kebijakan dan praktik lembaga donor dan lembaga keuangan internasional (Bank Dunia). Salah satu konferensi mengangkat tema mengenai data kebocoran 30 persen dalam dana utang luar negeri dari pinjaman Bank Dunia untuk berbagai proyek di Indonesia.

Salah satu advokasi lantang INFID terkait utang dan krisis 1998 bertajuk “Debt Kills Indonesian Babies”. Advokasi ini berhasil menciptakan riak-riak gerakan di tengah masyarakat setelah ketajaman INFID dalam memberikan edukasi publik mengenai bagaimana setiap individu rakyat Indonesia berpotensi menanggung beban utang Pemerintah.

Akibat sikap penentangan yang kuat dari INGI/INFID terhadap pemerintah Indonesia, selama bertahun-tahun INGI/INFID tidak dapat menyelenggarakan pertemuan di dalam negeri. Pada 1999, INFID mengadakan konferensi pertamanya di Bali, yang menandai perubahan penting dalam struktur dan tata kelola organisasi.

1985 - 1998

INFID telah berperan penting dalam mewujudkan proses demokratisasi di Indonesia sejak Indonesia tunduk pada sistem otoriter di bawah rezim Orde Baru. 

Para reformis seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adnan Buyung Nasution, Toeti Heraty Nurhadi, dan Fauzi Abdullah, bersama sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), bersatu dan bergabung. Mereka mendirikan International NGO Forum on Indonesia (INGI) pada 1985 dan bekerja erat dengan organisasi masyarakat sipil dari negara-negara donor Indonesia.

INGI memiliki sekretariat pertamanya di Den Haag, Belanda, dan di Jakarta, Indonesia. INGI dibentuk sebagai wadah baru untuk advokasi strategis yang bertujuan mendorong pemerintah Indonesia agar memanfaatkan bantuan luar negeri untuk pembangunan yang adil dan berkelanjutan, dengan menghormati sepenuhnya hak asasi manusia.