Menampak Dampak, Meneruskan Kebijakan – Laporan Penelitian Capaian dan Keberlanjutan Kebijakan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme 2020-2024 (RAN PE)

Menampak Dampak, Meneruskan Kebijakan – Laporan Penelitian Capaian dan Keberlanjutan Kebijakan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme 2020-2024 (RAN PE)

Latar Belakang
Kasus ekstremisme dan ekstremisme berbasis kekerasan menjadi tantangan serius dalam pembangunan di Indonesia. Pada 2022, Indeks Potensi Radikalisme berada pada skor 10. Angka ini memang menunjukkan tren positif dibanding 2020 dengan skor 12,2 (turun 2,2%). Namun Indeks 2022 itu nyatanya menunjukkan tantangan lain: perempuan, orang muda, dan mereka yang banyak terpapar internet merupakan kelompok berisiko tinggi (BNPT, 2022).

Salah satu upaya Pemerintah mengatasi tantangan ekstremisme adalah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) 2020-2024. Aturan ini berisi aksi-aksi yang dibagi dalam tiga pilar: 1) Pilar Pencegahan (kesiapsiagaan, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi); 2) Pilar Penegakan Hukum, Perlindungan Saksi dan Korban, dan Penguatan Kerangka Legislasi Nasional; dan 3) Pilar Kemitraan dan Kerja Sama Internasional. RAN PE didesain dengan pendekatan yang sistematis, terencana, dan terpadu dengan peran aktif seluruh pemangku kepentingan (whole of government and whole of society approach).

Pada kurun tiga tahun implementasi RAN PE, ada cukup banyak agenda aksi yang dilakukan Kementerian/Lembaga (K/L), pemerintah daerah, dan organsisasi masyarakat sipil (OMS) dengan dinamika dan tantangan beragam. Studi ini penting untuk melihat efektivitas capaian RAN PE dalam meningkatkan perlindungan hak atas rasa aman warga negara dari ekstremisme berbasis kekerasan dan peluang keberlanjutan kebijakan yang hanya setahun.

Metode
Studi yang digelar pada 2023 ini menggunakan metode campuran (mixed methods) dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam terhadap 35 informan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman mengimplementasikan RAN PE. Penelitian kuantitatif dilakukan melalui survei berbasis online terhadap 19 K/L, 8 Pemerintah Daerah, dan 24 perwakilan OMS.

Temuan
RAN PE yang lahir di masa pandemi Covid-19 membuat pelaksanaan pada tahun pertama belum efektif dan optimal. Pelaksanaan baru efektif berjalan pada dua tahun terakhir. Meski terbilang pendek, banyak data dan cerita yang menggambarkan capaian dan pembelajaran implementasi RAN PE. Di antaranya, kebijakan ini memperkuat upaya membangun komitmen kebangsaan dan kesatuan dalam program pemajuan kebudayaan melalui UU Nomor 5 Tahun 2017 dan Moderasi Beragama melalui Perpres Nomor 18 Tahun 2020 Tentang RPJMN 2020-2024 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Rencana Strategis Kementerian Agama Tahun 2020-2024.

Temuan studi ini mengurai praktik baik, peluang, dan tantangan dalam implementasi RAN PE dari aspek kebijakan, kelembagaan, program, anggaran, kapasitas, hingga mekanisme pemonitoran dan evaluasi. Studi ini menemukan tujuh tantangan implementasi RAN PE. Pertama, belum kuatnya akar RAN PE di tingkat daerah berupa RAD PE dipengaruhi kewenangan yang kabur, pengetahuan yang tidak komprehensif, dan kelembagaan yang belum kuat. Kedua, belum kuatnya pendekatan keamanan non-tradisional seperti pendekatan ekonomi, bina damai (peace building), budaya, dan sosial dalam implementasi RAN PE.

Ketiga, pengarusutamaan gender (PUG) termuat di bagian penjelasan dan lampiran RAN PE meski belum menjadi prinsip penting. Idealnya, PUG perlu dialamatkan jelas dalam pembentukan berbagai kebijakan turunan, pembangunan kelembagaan adil gender, penyusunan program dan tata kelola yang mempertimbangkan kepentingan dan kerentanan perempuan dan laki-laki, hingga penguatan pengetahuan dan kapasitas aktor yang mempertimbangkan keadilan gender. Keempat, Sekretariat Bersama RAN PE berhasil membangun kolaborasi dan mekanisme kerja di tingkat K/L serta kemitraan dengan OMS namun masih terfragmentasi baik di level K/L maupun OMS.

Kelima, inisiasi program di tingkat K/L, daerah dan OMS banyak berfokus pada Pilar I di mana K/L lebih pada pengembangan instrumen sedangkan OMS pada program-program penguatan promosi, pengetahuan, kesadaran, dan integrasi sosial. Keenam, pada aspek pengetahuan, meski mayoritas informan dan responden memahami kebijakan RAN PE, namun pengetahuan yang mereka miliki masih permukaan dan belum komprehensif sehingga berpengaruh pada capaian implementasi RAN PE, terutama di daerah. Ketujuh, praktik baik implementasi RAN PE justru banyak ditemukan dalam kerja-kerja CSO melalui inisiasi program-program berbasis komunitas dan penguatan lokalitas dengan pendekatan kultural.

Rekomendasi
Berangkat dari akar persoalan yang beragam itu, studi ini merekomendasikan 22 strategi dan langkah mendorong efektivitas dan keberlanjutan RAN PE. Studi ini juga menawarkan konsep dan pendekatan dalam memahami dan mengimplementasikan tiga pilar RAN. Pilar 1 memfokuskan pada aksi-aksi pencegahan yang mampu membangun sistem ketahanan masyarakat melalui pendekatan ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, lingungan dan penciptaan sistem politik yang demokratis, adil gender, dan inklusif. Implementasi program harus memperhatikan aspek lokalitas dan pendekatan bina damai guna membangun kohesi sosial.

Pilar 2 memberi perhatian pada pemulihan dampak, khususnya bagi korban, yang tidak terbatas pada dampak psikologis dan fisik, melainkan juga membangun kembali ketahanan ekonomi dan sosial korban. Perhatian ini melengkapi usaha-usaha membangun sistem hukum yang kuat dengan pendekatan hukum yang berkeadilan dan berkemanusiaan. Selain penegakan hukum bagi pelaku, penting juga membangun kesadaran, kapasitas ekonomi, dan sosial, sehingga terjadi perubahan di tingkat pelaku. Hal ini sebagai bagian dari upaya disengagement, yang bertujuan memutus hubungan, komunikasi, dan keterikatan antara pelaku dengan jaringan terdahulunya dengan memastikan ketersediaan enabling environment bagi upaya pemutusan hubungan tersebut.

Pilar 3 memberi ruang lebih luas pada upaya-upaya membangun kemitraan yang melibatkan bukan hanya OMS melainkan juga perguruan tinggi, pihak swasta, media, lembaga internasional, dan lembaga donor untuk berpartisipasi dalam perencanaan program, implementasi, hingga studi dan evaluasi pelaksanaan RAN PE/RAD PE di tingkat lokal. Selain partisipasi, perlu juga membangun sistem yang transparan dan akuntable guna membangun rasa percaya dalam kerangka kemitraan.