SIARAN PERS
“Human Rights Cities in Indonesia: Human Rights Cities as a Strategy and Practice to Promote Tolerance and Freedom of Religion and Belief Across Indonesia”
Jumat, 8 Oktober 2021 pukul 10.00 - 12.00 WIB
World Human Rights Cities Forum (WHRCF) merupakan forum tahunan yang sudah diadakan sejak tahun 2011 oleh Kota Gwangju, Korea Selatan. Forum ini ditujukan untuk mewujudkan visi menjadi Kabupaten/Kota HAM di mana pemerintah lokal dan pusat berperan sebagai pelindung utama hak asasi manusia. Beradaptasi dengan keadaan pandemi, sejak tahun 2020, WHRCF diadakan melalui metode daring dan luring yang terbatas. WHRCF 2021 dilaksanakan pada 7-9 Oktober 2021 dengan mengangkat tema “Human Rights in Times of Challenge: A New Social Contract”.
Untuk Indonesia, WHRCF sudah menjadi agenda rutin tahunan yang diikuti. Tahun ini, INFID dan Komnas HAM kembali aktif berkontribusi melalui sesi khusus yang diberikan kepada Indonesia untuk menunjukkan praktik-praktik baik Kabupaten/Kota HAM di Indonesia kepada dunia internasional. Tema yang diangkat adalah “Human Rights Cities in Indonesia: Human Rights Cities as a Strategy and Practice to Promote Tolerance and Freedom of Religion and Belief Across Indonesia”.
Tema tersebut diangkat untuk melihat sejauh mana Kebijakan Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Jokowi menjamin moderasi beragama dan kebebasan beragama dan berkeyakinan telah didukung secara aktif oleh semua pihak, termasuk pemerintah daerah. Maka dari itu, pengalaman dan praktik kabupaten/kota dalam berperan merawat dan menumbuhkan toleransi, kebebasan beragama, dan kebhinekaan Indonesia menjadi menarik untuk diketahui dan dipelajari.
Merujuk hasil riset SETARA Institute, Halili Hasan, Direktur Riset SETARA Institute menunjukkan kepada peserta webinar bahwa pada periode November 2014 - Oktober 2019 masa kepresidenan Joko Widodo, terdapat 846 insiden pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan terhadap kelompok minoritas, baik Muslim maupun minoritas agama lainnya. 846 insiden yang dilaporkan melibatkan total 1.060 pelanggaran, yang sebagian besar dilakukan oleh aktor non-negara (613 pelanggaran), dan sisanya oleh aktor negara (447 pelanggaran).
Terdapat 846 insiden pelanggaran kebebasan beragama atau berkeyakinan terhadap kelompok minoritas, baik Muslim maupun minoritas agama lainnya. 846 insiden yang dilaporkan melibatkan total 1.060 pelanggaran, yang sebagian besar dilakukan oleh aktor non-negara (613 pelanggaran), dan sisanya oleh aktor negara (447 pelanggaran).
Konsep Kabupaten/Kota HAM berpotensi menjadi strategi yang baik dalam mempromosikan toleransi dan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Pada webinar sesi di WHRCF 2021 ini kota Semarang dan kabupaten Wonosobo berkesempatan menyebarluaskan praktik baiknya kepada dunia.
Di antara yang disampaikan oleh Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Semarang, Abdul Haris, S.H., M.M. bahwa Semarang pada Mei 2021 membuat keputusan berani dan inklusif dengan melindungi upaya jemaat Gereja Baptis Indonesia (GBI) dan kelompok masyarakat sipil untuk segera meresmikan Gereja Baptis Indonesia (GBI) Tlogosari. Peresmian GBI Tlogosari merupakan awal dari kendala panjang selama 23 tahun dalam menghadapi sengketa rumah ibadah.
Sedangkan Wonosobo merupakan salah satu kabupaten yang telah menetapkan milestone yang jelas tentang Wonosobo ramah HAM. Sejak 2014, Aldhiana Kusumawati wakil dari Pemda Wonosobo menjelaskan, pemerintah daerah telah bekerja sama dengan masyarakat sipil untuk mengembangkan strategi kabupaten/kota HAM di Wonosobo yang berfokus pada mempromosikan keragaman. Selain itu, untuk memaksimalkan implementasi HAM di daerahnya, Wonosobo juga telah memiliki komisi daerah HAM.
Praktik baik yang dilakukan oleh Kabupaten Wonosobo ini diapresiasi oleh UCLG CSIPDHR1 yang dalam laporannya (Februari, 2021) menggambarkan upaya yang dilakukan oleh Kabupaten Wonosobo dalam 7 tahun terakhir. Sejak 2014, para pemimpin pemerintah daerah dan pemangku kepentingan masyarakat sipil telah bekerja sama untuk mengembangkan strategi Kabupaten/Kota HAM di Wonosobo, dengan merangkul keragaman. Pencegahan intoleransi telah menjadi prioritas utama bagi otoritas lokal dan tujuan untuk memperkuat kebijakan inklusi sosial.
Dalam presentasinya, Jaume Puigpinos, UCLG CSIPDHR juga menyatakan dukungan dan apresiasinya terhadap praktik kabupaten/kota HAM yang dilakukan oleh kota/kabupaten di Indonesia. Menurut Jaume, Indonesia menjadi contoh yang menjanjikan bagi dunia dalam penerapan toleransi dan keberagaman. Konsep Kabupaten/Kota HAM dan Hak atas Kota berpotensi memberikan kontribusi positif untuk merayakan keberagaman dan toleransi.
Indonesia menjadi contoh yang menjanjikan bagi dunia dalam penerapan toleransi dan keberagaman. Konsep Kabupaten/Kota HAM dan Hak atas Kota berpotensi memberikan kontribusi positif untuk merayakan keberagaman dan toleransi.
Berdasarkan penelitian dan data yang dimiliki oleh UCLG CSIPDHR, ada beberapa inovasi yang dilakukan oleh kota/kabupaten HAM di Indonesia. Empat poin inovasi tersebut adalah:
- Pihak otoritas/pembuat kebijakan tegas dalam mencapai/mengarahkan tujuan,
- Peran pemerintah daerah dalam mengatasi tantangan eksklusi sosial
- Pentingnya merawat dan bekerja dengan berbagai pihak
- Pemerintah daerah mendorong/membangun nilai HAM sesuai dengan konteks daerah
Narahubung: INFID : Alyaa NZ ([email protected])