Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia: Sejahtera atau Sengsara?


  • Thursday, 11 May 2023 10:00
  • Artikel
  • 0 Berkas di unduh
  • 307x dibaca.

Oleh: Naztia Haryanti

Tahun demi tahun, kabar mengenai ABK Indonesia sering kali membuat hati miris. Tindak kekerasan dan pelanggaran terhadap ABK masih terjadi setiap tahun bahkan hampir setiap bulan. Belum lagi kabar duka yang harus didengar akibat hilang atau tewasnya ABK saat bekerja.

Ketua Umum Serikat Buruh Migran Kabupaten Tegal, Zainudin, mengungkapkan gaji ABK di kapal ikan asing bervariatif. Untuk kapal ikan China dan Taiwan, gaji yang ditawarkan umumnya minimal 300 dollar AS atau Rp 4,47 juta (kurs Rp 14.900) per bulan (Muhammad Idris, 2020).

Menurut catatan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), sejak September 2014 hingga Juli 2020 ditemukan sebanyak 338 aduan terkait kerja paksa di laut yang dialami ABK Indonesia di kapal ikan asing. Bahkan pada tahun 2020, jumlah pengaduan yang masuk sebanyak 104 pengaduan, jumlah tersebut meningkat dibanding tahun 2019 yang sebanyak 86 pengaduan.

Setidaknya ada tiga faktor penyebab terjadinya praktik perbudakan modern terhadap ABK. Diantaranya karena tata kelola penempatan ABK yang masih amburadul, penindakan hukum yang kurang tegas terhadap para pelaku penempatan ABK yang bermasalah, serta lemahnya pengawasan dari pemerintah, tutur Ketua Umum SBMI Hariyanto Suwarno (Greenpeace Indonesia, 2021).

Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), penyebab praktik kerja paksa dan perdagangan manusia terhadap ABK Indonesia antara lain karena kurangnya pelatihan, keterampilan bahasa yang tidak memadai, dan kurangnya penegakan standar keselamatan dan ketenagakerjaan (Greenpeace Indonesia, 2022).

Para pekerja berjuang untuk bertahan karena mereka sering kali dihantui hutang. Seperti praktik umum yang terjadi di Indonesia dalam hal perekrutan ABK yang hendak disalurkan untuk bekerja di kapal-kapal perikanan asing, tertulis dalam kontrak kerja sama mereka bahwa jika mereka tidak dapat menuntaskan masa kerja dua tahun, maka mereka akan kehilangan sebagian besar gajinya (Mongabay dan Tansa dan Environmental Reporting Collective, 2021).

Meski bekerja dalam kondisi yang buruk, sebagian ABK mengungkapkan bahwa mereka tidak dapat atau takut untuk meninggalkan kapal mereka.

Terkadang ABK harus tinggal di atas laut selama lebih dari dua tahun karena kapal-kapal jarang berlabuh. Sementara itu, hasil tangkapan mereka hanya akan dipindahkan dari satu kapal ke kapal lain, yang juga sering dikenal dengan istilah transshipment. Praktik ini memungkinkan kapal utama untuk menghemat bahan bakar dengan tetap berada di tengah laut selama bertahun-tahun.

Namun, aktivitas tersebut secara luas dapat dilihat sebagai faktor risiko terhadap kerja paksa karena pekerjanya terisolasi dan dibatasi ruang geraknya. Merujuk pada definisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kerja paksa dapat dipahami sebagai pekerjaan yang dilakukan dengan tidak secara sukarela dan di bawah ancaman (Mongabay dan Tansa dan Environmental Reporting Collective, 2021).

Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, korban perdagangan orang di sektor perikanan telah mencapai 4000 orang dan nelayan Indonesia dianggap memiliki potensi menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Manusia (TPPO) (Amalia, Fitriani, dan Sujadmiko, 2018).

Baru-baru ini juga terjadi kasus miris yang menimpa ABK Indonesia, di kawasan Perairan Cilacap. Kapal Compreng yang berlayar di kawasan tersebut dihantam gelombang hingga terbalik. Akibatnya satu ABK dikabarkan tewas dalam kejadian tersebut, sedangkan satu orang lainnya masih dalam pencarian (Angling, 2023).

Ada lagi kasus enam ABK asal Pemalang yang mengalami keracunan gas freon dari peralatan freezer yang ada di kapal, bahkan hingga meregang nyawa. Pada saat itu jenazah keenam ABK sempat terhambat saat akan dipulangkan karena terkendala faktor cuaca (Imam, 2022).

Pada awalnya tentu risiko-risiko seperti ini bukan tidak dihiraukan oleh para ABK, namun karena adanya iming-iming gaji besar serta mencari pengalaman baru, maka hal itulah yang menjadi daya tarik mereka. Sebagian besar dari mereka rata-rata mendapatkan informasi lowongan kerja melalui teman dan agen perekrutan yang banyak beroperasi di Tegal dan Pemalang (Riska, 2022).

Banyaknya kasus-kasus dari industri perikanan ini, maka perlu adanya perlindungan kuat dari pemerintah terhadap para ABK Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran.

Sebelumnya telah diatur juga dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Perlu diketahui bahwa dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, pelaut awak kapal dan pelaut perikanan termasuk dalam kategori pekerja migran Indonesia.

Mengenai aturan hukum pemerintah Indonesia yang digunakan untuk melindungi para ABK selama ini sebetulnya sudah dilakukan dalam beberapa peraturan. Seperti pada regulasi pertama, UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Aturan yang dimuat dalam Undang-Undang tersebut belum memberikan paket perlindungan bagi para ABK yang sesuai dengan standar Internasional.

Banyaknya kasus kejahatan yang dialami oleh ABK, membuat pemerintah membuat suatu kebijakan berupa diwajibkannya pelaku industri perikanan dan kelautan untuk memiliki sertifikat HAM. Tujuannya untuk melindungi para tenaga kerja khususnya yang bekerja sebagai ABK.

Maka pada regulasi kedua, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Persyaratan dan Mekanisme Sertifikasi Hak Asasi Manusia Perikanan. Apabila suatu industri perikanan tersebut tidak melaksanakannya, maka pemerintah akan mencabut atau bahkan tidak akan memperpanjang surat izin perikanan dan operasional kapal.

Regulasi ketiga, dalam Pasal 35A UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menyatakan bahwa kapal perikanan yang berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan ikan di wilayah Indonesia diwajibkan untuk menggunakan nahkoda atau anak buah kapal yang berkewarganegaraan Indonesia.

Regulasi keempat, dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing dinyatakan bahwa setiap pemberi kerja tenaga kerja asing wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia.

Namun dalam praktiknya di lapangan tidak demikian. Banyak kapal perikanan berbendera Indonesia yang mempekerjakan ABK berkewarganegaraan asing lebih dari 90%. Sehingga menyebabkan tenaga kerja Indonesia semakin kehilangan kesempatan untuk bekerja dan menangkap ikan di wilayah perairan sendiri, dan terpaksa memilih bekerja sebagai ABK di kapal berbendera asing (Amalia, Fitriani, dan Sujadmiko, 2018).

Regulasi kelima, pemerintah juga telah mengatur mengenai kesejahteraan para ABK yang tercantum dalam UU Nomor 17 Tahun 2008 Pasal 151 tentang Pelayaran yaitu, “Setiap Awak Kapal berhak mendapatkan kesejahteraan yang meliputi: gaji, jam kerja dan jam istirahat, jaminan pemberangkatan ke tempat tujuan dan pemulangan ke tempat asal, kompensasi apabila kapal tidak dapat beroperasi karena mengalami kecelakaan, kesempatan mengembangkan karir, pemberian akomodasi, fasilitas rekreasi, makanan/minuman, dan pemeliharaan dan perawatan kesehatan serta pemberian asuransi kecelakaan kerja”.

Terakhir regulasi keenam, pemberian upah anak buah kapal harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 Pasal 21 yaitu seorang awak kapal bekerja selama 8 jam setiap hari dengan 1 hari libur setiap minggu dan hari libur resmi, waktu istirahat paling sedikit 10 jam dari waktu 24 jam.

Pada kenyataannya regulasi yang dilakukan tidak akan berbuah hasil jika peran Pemerintah lembek dalam aksinya. Pemerintah harus lebih gencar dalam menangani kasus-kasus yang terjadi pada ABK Indonesia agar angka kekerasan bahkan kematian dalam industri ini bisa semakin menurun. Bukan hanya fokus kepada perlindungan dan kesejahteraan ABK Indonesia, tetapi Pemerintah juga perlu menetapkan aturan yang tegas bagi pelaku korporasi yang melakukan praktik pelanggaran HAM.

Sumber

Amalia, R., Fitriani, A. D., dan Sujadmiko, B. (2018). Perlindungan Anak Buah Kapal Dalam Kerangka Hukum Nasional Dan Hukum Internasional. Lampung: Fakultas Hukum. Universitas Lampung.

Angling Adhitya Purbaya, 7 Februari 2023. Kapal Compreng Terbalik di Perairan Cilacap, 1 ABK Hilang, https://www.detik.com/jateng/berita/d-6556951/kapal-compreng-terbalik-di-perairan-cilacap-1-abk-hilang

Greenpeace Indonesia, 9 Desember 2021. ABK Terjaring Perbudakan, Siapa Pelanggar HAM?, https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/45787/abk-terjaring-perbudakan-siapa-pelanggar-ham/

Greenpeace Indonesia, 18 Mei 2022. Dorong Perbaikan Pelindungan ABK Perikanan, Puluhan Organisasi Masyarakat Sipil Rancang Peta Jalan Ratifikasi Konvensi ILO 188, https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/46129/dorong-perbaikan-pelindungan-abk-perikanan-puluhan-organisasi-masyarakat-sipil-rancang-peta-jalan-ratifikasi-konvensi-ilo-188/

Imam Suripto, 23 Desember 2022. 6 ABK Tewas Keracunan di Kapal, Polairud Tegal: Saat Ini Perjalanan Pulang, https://www.detik.com/jateng/berita/d-6478214/6-abk-tewas-keracunan-di-kapal-polairud-tegal-saat-ini-perjalanan-pulang

Mongabay dan Tansa dan Environmental Reporting Collective, 21 Oktober 2021. Kerja Sampai Mati: Siksaan terhadap ABK Indonesia di Kapal Tuna Tiongkok, https://www.mongabay.co.id/2021/10/21/kerja-sampai-mati-siksaan-terhadap-abk-indonesia-di-kapal-tuna-tiongkok/

Muhammad Idris, 9 Mei 2020. Pekerjaan Berisiko, Berapa Gaji ABK Indonesia di Kapal Ikan Asing?, https://money.kompas.com/read/2020/05/09/104157326/pekerjaan-berisiko-berapa-gaji-abk-indonesia-di-kapal-ikan-asing?page=all

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2017 tentang Persyaratan dan Mekanisme Sertifikasi Hak Asasi Manusia Perikanan, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/158674/permen-kkp-no-2permen-kp2017-tahun-2017#:~:text=Permen%20KKP%20No.%202%2FPERMEN,Manusia%20Perikanan%20%5BJDIH%20BPK%20RI%5D

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 Pasal 21 tentang Kepelautan, https://www.regulasip.id/book/7065/read

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran, https://jdih.kemnaker.go.id/katalog-2193-Peraturan%20Pemerintah.html

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/161898/pp-no-34-tahun-2021

Riska Farasonalia, 10 Juni 2022. Nasib ABK Kapal Penangkap Ikan Berbendera Asing: Keringat Diperas, Aturan Tak Jelas (Bagian 1)", https://regional.kompas.com/read/2022/06/10/181155878/nasib-abk-kapal-penangkap-ikan-berbendera-asing-keringat-diperas-aturan-tak?page=all

Serikat Buruh Migran Indonesia, 2 Mei 2022. Dorong Perlindungan ABK, SBMI Pasang Baliho ‘Jangan Terjerat Jaring Kapal Asing’, https://sbmi.or.id/dorong-perlindungan-abk-sbmi-pasang-baliho-jangan-terjerat-jaring-kapal-asing/

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Pasal 151 tentang Pelayaran, https://jdih.esdm.go.id/storage/document/UU%20No.%2017%20Tahun%202008%20Pelayaran.pdf

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/64508/uu-no-18-tahun-2017

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/40786/uu-no-39-tahun-2004

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan Pasal 35A, https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2009_45.pdf