Apakah “Selalu Ada Jalan” Bagi Pengemudi Ojek Online Perempuan?

Apakah “Selalu Ada Jalan” Bagi Pengemudi Ojek Online Perempuan?

Oleh: Naztia Haryanti

Era globalisasi yang telah dialami oleh masyarakat tentunya banyak menimbulkan dampak dalam kehidupan, khususnya bagi kehidupan kaum perempuan. Terlibatnya perempuan dalam berbagai aktivitas seperti politik, budaya, dan ekonomi menjadi bukti bahwa perempuan juga mampu berdaya di dalam ekosistem masyarakat.

Pada dasarnya perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk tampil menunjukkan keahliannya di ranah publik. Hak setiap orang juga telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 yang menyatakan bahwa, setiap Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun seringkali fakta di lapangan tidak menunjukkan hasil yang serupa.

Perempuan acap kali masih mengalami pembedaan dan diskriminasi dalam bekerja, terlepas dari apapun jenis pekerjaannya. Hal itu tidak terkecuali bagi para perempuan yang memilih pekerjaan sebagai pengemudi ojek online (OJOL). Notabenenya memang pekerjaan ini biasa didominasi oleh kaum laki-laki. Namun, seiring perkembangan zaman, akhirnya kaum perempuan pun mulai menggeluti pekerjaan ini.

Perlindungan yang Didapatkan Pengemudi Ojek Online Perempuan

Keterlibatan sejumlah kaum perempuan dalam kegiatan ekonomi mampu memenuhi kesejahteraannya dalam kehidupan sehari-hari dan rumah tangga. Tidak hanya itu, aktifitas ini menjadi bukti juga bahwa perempuan tidak lagi bergantung pada sektor publik, serta menurunkan tingkat ketergantungan pada laki-laki, dalam hal ini adalah sosok suami. Seperti yang dilakukan Siti, salah seorang pengemudi ojek online perempuan yang akhirnya terjun ke profesi ini karena tuntutan ekonomi keluarga serta niat untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya.

Perlindungan hukum sendiri merupakan segala bentuk upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang atau pemerintah dan swasta yang bertujuan untuk mengusahakan pengamanan, penguasaan, dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak asasi yang ada. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 telah diatur perlindungan hukum tentang Ketenagakerjaan di Indonesia. Dalam pasal 5 dan 6 disebutkan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa adanya diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Setiap pekerja juga berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa adanya diskriminasi dari pengusaha.

Sejauh ini memang belum ada peraturan resmi yang mengatur ojek online, tetapi usulan yang diserahkan oleh DPR tentang ojek berbasis aplikasi atau ojek online akan tercantum dalam revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan umum. Penguatan komunitas dan jejaring sosial bagi profesi pengemudi ojek online perempuan akan membuat perlindungan bagi profesi itu sendiri. Serta diperlukannya pemahaman dari masyarakat bahwa eksistensi pengemudi ojek online perempuan bukan untuk dikasihani akan tetapi posisinya harus mendapatkan perlindungan hukum ataupun konstruksi sosial yang tidak memihak.

Hak-hak yang Harus Dipenuhi/Dimiliki Pengemudi Ojek Online Perempuan

Sudah sangat jelas disebutkan dalam aturan perundang-undangan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan tanpa memandang agama, suku, jenis kelamin, dan golongan. Perjuangan kaum perempuan yang dilakukan sejak dahulu dalam mencapai kesetaraan dan keadilan, belum sepenuhnya menjadikan posisi kaum perempuan sejajar dengan kaum laki-laki secara harkat dan martabat.

Menurut Siti seorang driver ojol, perempuan adalah kaum yang harus memiliki kecerdikan. Perempuan bisa berdaya dengan menentukan pilihannya sendiri. Adanya dukungan dari keluarga juga menambah keyakinan Siti untuk terus menggeluti profesi ini. Semangat Siti ini juga akhirnya ditularkan kepada teman-teman lainnya sesame perempuan agar mampu untuk bekerja menambah penghasilan keluarga.

Diantara banyaknya peraturan perundang-undangan, ada beberapa Undang-Undang yang mengandung muatan perlindungan dan pemenuhan hak asasi perempuan, seperti: Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Kemudian Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Kerpres No. 181 Tahun 1998 tentang Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan yang diubah dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2005.

Pihak Perusahaan Sudah Mengupayakan Hal Apa Saja untuk Melindungi Pengemudi Ojek Online Perempuan

Di Indonesia sudah menjamur perusahaan ojek online. Berbagai perusahaan bersaing dengan daya tariknya masing-masing. Perusahaan ini bergerak di bidang jasa pelayanan transportasi dengan perantara yang menghubungkan antara para pengendara ojek dengan pelanggan. Sudah bukan hal baru lagi jika kehadiran jasa pelayanan ini menjadi solusi bagi beberapa masyarakat, terutama yang tinggal di Ibu Kota.

Sayangnya sistem kerja jasa pelayanan transportasi berbasis online ini tidak seperti perusahaan lainnya yang memiliki upah tetap setiap bulan bahkan hariannya. Adanya risiko penurunan pendapat dari pengemudi perempuan membuat kondisi semakin rentan dan ketidakpastian bagi mereka. Karena hal itu lah penting bagi pemerintah untuk menetapkan kebijakan “jaminan pendapatan dasar” bagi para pengemudi ojek online perempuan sebagai salah satu bentuk memberikan keamanan kerja bagi mereka.

Jaminan pendapatan dasar disebut bisa menjadi solusi kerentanan dan ketidakpastian kerja pengemudi ojek online perempuan. Hal itu karena mereka akan mendapatkan kepastian pendapatan minimum melalui skema ini. Bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan dari segi ekonomi, adanya jaminan ini menjadi penting karena akan memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar, seperti ketercukupan gizi, waktu istirahat, kesehatan fisik, dan lain sebagainya yang menyenangkan bagi pengemudi perempuan.

Kekurangan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 12 Tahun 2019 diharapkan dapat ditambal dengan adanya skema ini. Disebutkan sebelumnya dalam pasal 11 peraturan tersebut terdapat formula perhitungan biaya jasa untuk pengemudi ojek online yang mencakup beberapa hal. Namun, biaya jasa tersebut diformulasikan dalam tarif dasar dengan asumsi yang tidak pasti dimana setiap bulan pengemudi ojek online akan mendapatkan pesanan yang sesuai dengan total formula biaya jasa tersebut.

Adanya jaminan pendapatan dasar dapat membuat perusahaan aplikasi pelayanan jasa transportasi tidak tergesa-gesa melakukan perang tarif, mengarahkan algoritma untuk memaksimalkan keuntungan, dan membuka pendaftaran menjadi “mitra” secara besar-besaran. Karena bagaimanapun mereka memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi pengemudi ojek online, khususnya pengemudi perempuan.

Menurut Siti yang sudah menekuni profesi ini selama hampir 8 tahun lamanya, pihak perusahaan sudah memberikan pelayanan yang cukup baik terhadap para driver. Ketika awal mendaftar sebagai pengemudi di perusahaan Go-Jek, perempuan yang akrab disapa Bunda Nisa (nama anaknya) ini langsung diberikan smartphone dan juga perlengkapan berkendara lainnya. Pihak perusahaan juga siap siaga untuk mengirimkan bantuan apabila terjadi kecelakaan lalu lintas yang menimpa pengemudi dan juga penumpang. Bahkan pada saat maraknya wabah COVID-19, para pengemudi masih menerima bantuan dari pihak perusahaan berupa bahan pangan.

Kendala dan Risiko yang Dihadapi Sebagai Pengemudi Ojek Online Perempuan

Secara umum kendala yang dihadapi pengojek online baik laki-laki dan perempuan hampir sama. Masalah pertama yang dirasakan adalah masalah jam kerja yang terlalu tinggi. Meskipun waktu kerja pekerjaan ini cukup fleksibel, tetapi mereka cenderung bekerja tidak sehat demi mengejar bonus. Masalah berikutnya perkara pendapatan yang rupanya tidak sebesar dijanjikan. Selain itu ada lagi masalah berikutnya tentang lemahnya perlindungan kerja.

Tidak jarang pengemudi juga sering mendapatkan tindak kekerasan serta kecelakaan kerja akibat banyak sarana dan prasarana yang kurang memadai selama di perjalanan. Pengemudi ojek online juga mengalami kesenjangan hubungan kerja karena tidak dianggap sebagai pegawai. Jaminan ketenagakerjaan dan sosial juga harus ditanggung sendiri oleh pengemudi.

Masih tertanamnya budaya patriarki di Indonesia membuat peranan perempuan menjadi tidak penting untuk diperhitungkan. Padahal banyak sektor baik dari domestik ataupun publik yang sangat membutuhkan peran perempuan di dalamnya. Hal itu berkaitan dengan permasalahan perempuan yang aktif bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah seperti yang lazim ditemui di berbagai kelompok masyarakat.

Pengemudi ojek online perempuan seringkali menjadi korban konstruksi sosial yang diciptakan oleh masyarakat, bahwa perempuan merupakan figur yang lemah dan sering menjadi obyek kekerasan.

Adapun kendala yang dihadapi para pengemudi ojek online perempuan di lapangan adalah kondisi fisik dari pengemudi itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri jika profesi ini akan menguras tenaga, yang tentunya kondisi fisik antara kaum perempuan dan kaum laki-laki pun juga berbeda. Kendala kondisi fisik juga mencakup situasi emosi yang akan mengancam keselamatan diri pengemudi, penumpang, serta pengendara lainnya di jalanan.

Sistem kerja yang tidak kenal waktu terkadang mengharuskan pengemudi ojek online perempuan seperti Bunda Nisa misalnya harus bekerja hingga larut malam. Adanya capaian target poin pengemudi sehingga mempengaruhi bonus upah pekerja membuat para pengemudi perempuan ini harus kejar setoran demi penghasilan tambahan. Terkadang ada rasa was-was juga bagi Ibu tiga orang anak ini untuk bekerja hingga larut malam, tapi lagi-lagi semua dilakukan demi membiayai sekolah ketiga anaknya.

Sehubungan dengan waktu kerja yang sangat menyita waktu dan tenaga, menyebabkan rendahnya tingkat keamanan pengemudi perempuan selama di perjalanan. Bukan tidak mungkin jika pengemudi ojek online perempuan dapat terkena pelecehan baik secara verbal maupun seksual. Selain itu peluang perampokan, begal, pemerkosaan, serta tabrak lari seolah menghantui para pengemudi perempuan dimanapun mereka berada ketika bekerja.

Hal yang menambah miris lagi saat Bunda Nisa mengalami beberapa kali pembatalan orderan hanya karena ia seorang perempuan. Bahkan pembatalan yang dilakukan oleh pelanggannya itu ketika ia sudah hampir tiba di lokasi penumpang. Belum lagi jika penumpang terkadang membuat pengemudi harus menunggu lama di titik penjemputan. Tapi semua itu harus dijalani dengan lapang dada agar pekerjaan tidak terasa berat.

Kesimpulan

Bisa dikatakan bahwa kaum perempuan bukanlah kelompok yang bisa diremehkan eksistensinya. Menentukan pilihan dan merasa berdaya dengan pilihannya adalah bentuk kemerdekaan bagi kaum perempuan. Menjadi seorang pengemudi ojek online nyatanya mampu membawa perekonomian keluarga ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Perlindungan hukum pun sudah jelas juga mengatakan bahwa hakikatnya tidak ada perbedaan hak antara kaum perempuan dan kaum laki-laki. Hanya saja memang ada beberapa poin perlindungan tambahan bagi kaum perempuan karena mereka tergolong kelompok rentan.

Adanya berbagai kendala tidak mematahkan keinginan pengemudi ojek online perempuan untuk terus menekuni profesi ini. Padahal bisa saja mereka berada di rumah untuk mengurus pekerjaan rumah tangga, tetapi ada sebagian dari mereka memilih bertaruh keselamatan di jalan demi menghidupi anggota keluarganya. Bentuk diskriminasi tentunya masih terasa juga bagi pengemudi ojek online perempuan tak kala orderan mereka harus dibatalkan dengan alasan gender.

Namun seperti yang dikatakan saat wawancara bersama Siti, bahwa kaum perempuan harus merasa bangga dengan pilihannya dan terus semangat menjalani pekerjaannya walaupun tidak selalu lancar. Membantu perekonomian keluarga bukanlah semata-mata tugas suami saja, tapi bisa dibantu dengan peran istri. Dukungan dan perlindungan baik dari pemerintah, perusahaan, serta keluarga juga menjadi bantuan yang luar biasa bagi kaum perempuan untuk menjalani pekerjaan mereka. Tentunya akan selalu ada kesempatan bagi kaum perempuan untuk bisa berdaya dengan pilihan yang mereka inginkan.

Sumber

Wawancara dengan Siti, pengemudi ojek online perempuan. 8 Maret 2023. Jakarta

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri, https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2004/39TAHUN2004UUPenj.htm#:~:text=Makna%20dan%20arti%20pentingnya%20pekerjaan,penghidupan%20yang%20layak%20bagi%20kemanusiaan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, https://kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf

Masukan Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, https://www.dpr.go.id/dokakd/dokumen/K5-RJ-20200310-110800-4488.pdf

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor Pm 12 Tahun 2019 Tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat, https://jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/permen/2019/PM_12_TAHUN-2019.pdf

Wulansari, A. D., Novianto, A., & Keban, Y. T. (2021). Mengapa gojek, grab, hingga maxim perlu memberikan jaminan pendapatan dasar bagi para ojol. Diakses dari https://theconversation.com/mengapa-gojek-grab-hinggamaxim-perlu-memberikan-jaminan-pendapatan-dasar-bagipara-ojol-161984.

Nurlela, S. (2020). Eksistensi Perempuan Pengemudi Ojek Online Terhadap Perspektif Konstruksi Sosial: studi fenomenologi terhadap perempuan pengemudi ojek online pada komunitas ladies driver bandung (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia).

Rizki, S. (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Pengemudi Ojek Online Dalam Prespektif Hukum (Doctoral dissertation, Fakultas Hukum).

Kurniawan, F., & Soenaryo, S. F. (2019). Menaksir kesetaraan gender dalam profesi ojek online perempuan di kota Malang. Jurnal Sosiologi Pendidikan Humanis Vol, 4(2).

Kania, D. (2015). Hak asasi perempuan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Jurnal Konstitusi, 12(4), 716-734.

Syevtiandini, M., Erningsih, E., & Yatim, Y. (2021). Kendala Perempuan Sebagai Driver Ojek Online di Kota Padang. Jurnal Pendidikan Tambusai, 5(3), 6963-6970.