
DISKUSI PUBLIK: URGENSI ALOKASI APBN UNTUK PENDANAAN LSM
Oleh: Desri Astuti, Program Officer for SDGs INFID
Upaya Memperkenalkan Gagasan Kebijakan Dana Abadi LSM
Pada 21 September 2023 Kelompok Kerja Dana Abadi Lembaga Swadaya Masyarakat (Pokja DA LSM) menyelenggarakan dialog publik untuk mengupas tuntas permasalahan LSM dan urgensi kebijakan dana abadi LSM. Dialog ini merupakan sarana diskusi dari berbagai pihak (perwakilan pemerintah, masyarakat sipil, serta media) mengenai dinamika dan tantangan LSM hari ini, serta sebagai upaya menjelaskan kembali peran dan posisi LSM dalam bernegara dan proses demokrasi kepada publik. Narasumber yang turut berbagi perspektif dalam diskusi ini adalah Zumrotin K Susilo (Tokoh Gerakan Masyarakat Sipil dan Aktivis Senior), Anick HT (Anggota Pokja Dana Abadi LSM), Mugiyanto (KSP), dan AS Hikam (Penulis Buku Demokrasi dan Civil Society).
Pokja DA LSM terdiri dari INFID, KAPAL Perempuan, Perkumpulan Prakarsa, Konsil LSM, Penabulu, Transparency International Indonesia (TII), Remdec Swaprakarsa dan Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa). Pada Agustus 2023, Youtube Narasi Newsroom sempat mengangkat konten yang membahas isu pendanaan LSM. Video tersebut menyingkap kondisi LSM di Indonesia dan urgensi kebijakan dana abadi LSM. Bahkan, tayangan tersebut telah ditonton lebih dari 76 ribu kali dalam waktu kurang dari 1 bulan sejak penayangannya pada 29 Agustus 2023.

Konsep dana abadi sebetulnya bukan hal baru di Indonesia. Sebelumnya Indonesia juga sudah memiliki sejumlah dana abadi, seperti dana abadi pendidikan yang dikelola Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan dana abadi pesantren. Selain itu, ada pula dana abadi lingkungan hidup yang dikelola Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Melihat urgensi pemberdayaan masyarakat sipil dalam mengawal penguatan demokrasi, mengalokasikan pendanaan bagi LSM merupakan langkah yang strategis dari pemerintah.
Peran LSM di Tengah Masyarakat
LSM memiliki peran sentral yang tak tergantikan dalam kehidupan bermasyarakat, pemberdayaan, dan demokrasi di Indonesia. Di antara relasi kekuasaan antara pemerintah dan publik, LSM memainkan peran untuk dua belah pihak dan berada di tengah. Di satu sisi, LSM melakukan pendampingan masyarakat sipil agar haknya terpenuhi dan tidak dirugikan. Di sisi lain, LSM juga berusaha menjadi mitra pemerintah agar bisa bekerja efisien dan efektif dalam menjalankan tugas-tugasnya. Peran LSM bagi masyarakat dirasakan sangat bermanfaat. LSM melakukan pemberdayaan, pendampingan dan penyampaian kepentingan masyarakat kepada pemerintah. Sementara bagi Pemerintah, manfaat keberadaan LSM lebih ditekankan pada pembangunan kapasitas bagi lembaga pemerintahan serta pendampingan penyusunan kebijakan.
Zumrotin menyampaikan bahwa LSM sebenarnya telah banyak berperan untuk negara, bahkan gagasan yang diusung LSM sudah jauh lebih didepan dibandingkan pemerintah. “Contoh dari hal ini adalah gagasan keluarga berencana. LSM telah mengusung gagasan keluarga berencana sejak tahun 1953, sedangkan program keluarga berencana yang digagas pemerintah baru ada pada tahun 1973”, ungkap Zumrotin.
Setali tiga uang, sosiolog dari Universitas Gadjah Mada Arie Sujito menegaskan dalam tayangan di Youtube Narasi, bahwa LSM berperan strategis dalam memecahkan masalah sosial yang tidak berhasil dijangkau oleh negara. “LSM membantu memecahkan masalah yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. LSM bukan menggantikan negara, namun mengatasi hal-hal yang tidak bisa dikerjakan negara, sekaligus memastikan kualitas demokrasi dan governance semakin baik”, tegas Arie.
Urgensi Alokasi APBN untuk Pendanaan LSM
Keberlanjutan dan kemampuan LSM untuk membangun pendanaan telah menjadi isu penting bagi organisasi LSM di Indonesia sejak dua dekade terakhir. LSM di Indonesia sangat bergantung pada bantuan internasional, namun sejak Indonesia masuk jajaran keanggotaan negara maju G20, bantuan internasional kepada LSM semakin menurun dan jumlah organisasi internasional yang bekerja di Indonesia semakin berkurang. Kondisi ini diperparah dengan pandemi. Riset INFID (2021) menemukan bahwa pandemi COVID-19 telah memberikan dampak negatif kepada 72% LSM di Indonesia, di mana 23% LSM di antaranya berhenti beroperasi. Mayoritas LSM terdampak pandemi tersebut bekerja pada isu lingkungan dan toleransi, isu penting untuk memperkuat kohesi sosial pada momentum pemilu serentak presiden dan legislatif.
Kebijakan Dana Abadi LSM diharapkan dapat mengakselerasi Indeks Demokrasi Indonesia dan pekerjaan rumah lainnya seperti indeks korupsi, middle income trap, dan menjaga kohesi sosial. Pemerintahan Presiden Joko Widodo secara khusus, di awal periode pertama kepemimpinannya telah meletakkan gagasan pembentukan “Democratic Trust Fund” melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019. Pemerintah saat ini juga telah memasukkan gagasan pembiayaan melalui dana abadi untuk masyarakat sipil dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045. Indeks Demokrasi Indonesia dalam RPJPN diharapkan pada angka >80 di tahun 2045. Meski begitu, kebijakan yang mendukung ekosistem pendanaan bagi LSM Indonesia di dalam negeri masih belum tersedia hingga saat ini.
Di sisi lain, Indonesia telah memiliki dana pembangunan demokrasi ke luar negeri, yaitu Indonesian Aid atau Lembaga Dana Kerjasama Pembangunan Internasional (LDKPI). LDKPI diresmikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla tanggal 18 Oktober 2019, sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam kerja sama pembangunan internasional kepada pemerintah dan lembaga asing melalui dana abadi. Pada Mei 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengeluarkan Rp 8 triliun untuk menambah hibah pembangunan dan demokrasi keluar negeri melalui Indonesian Aid. Ironisnya, empat tahun sejak Indonesian Aid berdiri, negara belum mengalokasikan dana pembangunan demokrasi ke dalam negeri, khususnya bagi organisasi non pemerintah (ornop), LSM maupun masyarakat sipil.
AS Hikam menekankan bahwa negara seharusnya mengalokasikan pendanaan bagi LSM sebagai bagian dari demokrasi substantif. Tidak hanya mendanai partai politik, menurutnya seharusnya negara juga melihat LSM atau organisasi masyarakat sipil sebagai salah satu komponen demokrasi. “Saat ini ada gagasan untuk menaikkan dana partai politik sekitar 3 ribu rupiah untuk 1 suara. Maka seharusnya negara juga mempunyai kewajiban konstitusional untuk memberikan dukungan kepada masyarakat sipil sebagai bagian dari demokrasi.”, cetus Hikam.

Pokja Dana Abadi LSM saat ini terus mendorong keluarnya Peraturan Presiden (Perpres) mengenai dana abadi yang bisa diakses oleh LSM ini. Pokja berharap komitmen negara untuk pendanaan LSM yang sudah tertulis di RPJPN segera terwujud.