Instrumen HAM yang Mengikat Secara Hukum untuk Bisnis Transnasional
Oleh: Gunawan
Sejarah umat manusia, mulai dari era kolonialisme hingga sekarang, tidak lepas dari entitas bisnis transnasional yang membawa dampak bagi kondisi HAM, untuk itulah Dewan HAM PBB selain mengendorse Guiding Principles on Business and Human Rights; Implementing the United Nations “Protect, Respect and Remedy (UNGPs), juga sedang mengelaborasi international legally binding instrument on Transnational Corporations and Other Business Enterprises with Respect to Human Rights .
Pada medio Oktober 2016, saya bersama delegasi organisasi masyarakat sipil Indonesia, datang ke kantor Dewan HAM PBB di Jenewa Swiss guna mengikuti Second Session Open Ended Inter Governmental Working Group Elaboration of an international legally binding instrument on Transnational Corporations and Other Business Enterprises with Respect to Human Rights, sebuah persidangan Dewan HAM PBB yang dihadiri delegasi negara-negara, para ahli dan delegasi-delegasi organisasi masyarakat untuk membahas instrumen HAM yang legally binding instrument (LBI), bagi perusahaan-perusahaan transnasional (TNCs) dalam penghormatan kepada HAM.
Persidangan sebagaimana tersebut di atas merupakan mandat dari Resolusi Dewan HAM PBB 26/9 Elaboration of an international legally binding instrument on transnational corporations and other business enterprises with respect to human rights (A/HRC/RES/26/9; 14 July 2014), yang memberi mandat pembentukan Kelompok Kerja Antarpemerintah yang bersifat terbuka dengan mandat untuk mengelaborasi instrumen internasional yang mengikat secara hukum dalam hukum HAM internasional untuk mengatur aktivitas TNCs, dan mengembangkan pertimbangan konstruktif terkait materi muatan, ruang lingkup, sifat dan bentuk instrumen tersebut.
Meskipun bukan aktor negara, organisasi masyarakat sipil dapat berpartisipasi dalam persidangan sebagaimana tersebut di atas karena Resolusi 26/9 menekankan bahwa aktor masyarakat sipil mempunyai peran penting dan memiliki legitimasi dalam pemajuan tanggung jawab sosial perusahaan, dan dalam pencegahan, mitigasi dan mencari solusi atas dampak buruk terhadap HAM yang ditimbulkan oleh TNCs dan entitas bisnis lainnya.
Saat ini sesi sidang Kelompok Kerja Antarpemerintah telah berlangsung hingga Sesi Kesembilan yang telah berlangsung dari tanggal 23 hingga 27 Oktober 2023 di Jenewa dan telah memperbarui rancangan LBI.
Perkembangan Draft
Meskipun telah memiliki instrumen HAM yang mengatur entitas bisnis untuk memberikan penghormatan kepada HAM yaitu UNGPs, ternyata masih diperlukan instrumen khusus yang mengatur entitas bisnis yang berkarakter transnasional.
Alasannya adalah adanya dampak yang khas dan tidak proporsional terkait bisnis berupa pelanggaran HAM terhadap perempuan dan anak perempuan, anak-anak, masyarakat adat, penyandang disabilitas, keturunan Afrika, orang lanjut usia, migran dan pengungsi, dan masyarakat yang berada dalam situasi rentan, serta kebutuhan akan perspektif bisnis dan HAM yang memperhitungkan keadaan spesifik dan kerentanan yang berbeda dari masyarakat pemegang hak dan hambatan struktural dalam memperoleh pemulihan bagi golongan masyarakat tersebut (Updated draft legally binding instrument to regulate, in international human rights law, the activities of transnational corporations and other business enterprises; clean version Juli 2023).
Berdasarkan rumusan dalam Updated draft LBI, karakter aktivitas bisnis transnasional yaitu : Pertama, dilakukan di lebih dari satu negara atau yurisdiksi; Kedua, dilakukan dalam satu negara tetapi bagian penting dari persiapan, perencanaan, pengarahan, kontrol, desain, pengolahan, manufaktur, penyimpanan atau pendistribusian, terjadi melalui hubungan bisnis di negara atau yurisdiksi lain; Dan ketiga, dilakukan di satu negara tetapi mempunyai pengaruh signifikan di negara atau yurisdiksi lain.
Adapun maksud dari pembentukan LBI adalah : (1). Untuk memperjelas dan memfasilitasi implementasi yang efektif dari kewajiban Negara dalam penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan pemajuan HAM dalam konteks kegiatan bisnis, khususnya kegiatan bisnis transnasional; (2). Untuk memperjelas dan menjamin penghormatan dan pemenuhan tanggung jawab entitas bisnis kepada HAM; (3) Untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM dalam konteks kegiatan bisnis dengan mekanisme yang efektif untuk pemantauan, penegakan hukum dan akuntabilitas; (4) Menjamin akses terhadap keadilan yang responsif gender, peka terhadap anak, dan berpusat pada korban dan pemulihan yang efektif, memadai dan tepat waktu bagi para korban pelanggaran HAM dalam konteks aktivitas bisnis; dan (5) Untuk memfasilitasi dan memperkuat bantuan hukum timbal balik dan kerja sama internasional untuk mencegah dan memitigasi pelanggaran HAM dalam konteks aktivitas bisnis, khususnya yang bersifat transnasional, dan memberikan akses terhadap keadilan dan pemulihan yang efektif, memadai, dan tepat waktu bagi para korban.
Kewajiban negara sebagaimana tersebut di atas berupa negara harus mengambil langkah-langkah hukum dan langkah-langkah lain yang tepat untuk mencegah keterlibatan entitas bisnis dalam pelanggaran HAM melalui jaminan penghormatan HAM oleh entitas bisnis dengan memastikan praktik Uji Tuntas HAM oleh entitas bisnis, dan mendorong partisipasi aktif secara lebih bermakna dari individu dan organisasi masyarakat dalam pengembangan dan penerapan hukum, kebijakan dan tindakan lain untuk mencegah keterlibatan entitas bisnis dalam pelanggaran HAM.
Termasuk Uji Tuntas HAM adalah melindungi keselamatan pembela HAM, jurnalis, pekerja, masyarakat adat dan lain-lain yang potensial menjadi sasaran pembalasan, serta sepanjang menyangkut keterlibatan masyarakat adat berdasarkan standar FPIC (Free, Prior, and Informed Consent/Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan).
Pelajaran Sejarah
Mengingat ketidakberhasilan Code of Conduct on Transnational Corporations tahun 1987 dan rancangan Norms on the responsibilities of transnational corporations and other business enterprises with regard to human rights tahun 2003, hingga kemudian muncul prakarsa pembentukan LBI dari dan didukung oleh negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin, dalam istilah sejarah di Indonesia adalah negara-negara eks peserta Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non Blok, yang memiliki pengalaman atas dampak aktivitas TNCs di era kolonial dan berlanjut hingga pasca kolonial yang berpengaruh terhadap kondisi demokrasi, HAM, dan lingkungan hidup di negara-negara tersebut.
Sehingga jika solidaritas negara-negara sebagaimana dimaksud di atas diperlukan agar LBI sukses menjadi resolusi Dewan HAM PBB melahirkan instrumen HAM yang mengikat secara hukum, bukan sekedar panduan atau norma yang bersifat sukarela yang fokus pada TNCs.
*Penulis adalah Penasehat Senior IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice)