KBGO Menjegal Partisipasi Perempuan dalam Pemilu

KBGO Menjegal Partisipasi Perempuan dalam Pemilu

Oleh: Isthiqonita

Cover: Freepik

Y, seorang calon anggota legislatif (Caleg) perempuan memilih untuk tidak banyak melakukan kampanye secara online dan membatasi kampanye offline karena Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang dialaminya berujung  pada kekerasan secara langsung. Dengan membatasi tempat-tempat kampanye maka berpengaruh dalam perolehan suara yang dimilikinya. CC, Caleg perempuan di Kabupaten Bandung yang berani mengadukan kasusnya kepada pimpinan partainya justru dipermalukan di depan semua tim partai ketika rapat pengurus partai dan pelaku adalah pengurus partai. Pimpinan partai mengatakan kepada pelaku “Eh Bapak B kemarin katanya whatsapp ke Ibu CC ya, kalau suka ngomong aja kenapa malah pake WhatsApp segala.” CC mendapat ajakan untuk bermalam bersama oleh pelaku. Korban dijanjikan untuk mendapatkan nomor urut satu, ponsel CC juga mengalami peretasan. Peretasan kembali terjadi satu minggu setelah CC memberikan informasi kepada tim Koalisi Perempuan Indonesia (KPI). Walaupun tidak tahu pelaku peretasan tersebut, tetapi dugaan masih ada hubunganya dengan kasus Pemilihan Umum (Pemilu). 

SS yang juga perempuan adalah seorang tim sukses dalam kampanye memilih mundur setelah ponselnya diretas yang menyebabkan seluruh akunnya kebobolan dan baru bisa kembali setelah dua bulan, kecuali Icloud yang tidak bisa diubah sama sekali ia juga mendapat ancaman bahwa foto-fotonya yang sudah diedit akan disebarkan. ZR seorang pelajar perempuan yang mendukung salah satu calon dalam pemilu 2024, menutup akun selama tiga bulan dan deactive akun sampai sekarang setelah terus menerus mendapat komentar dan pesan seksual. 

Pengalaman para perempuan itu terekam dalam presentasi yang disampaikan oleh KPI ketika mendesiminasikan KBGO dalam konteks Pemilu 2024 pada Kamis (1/8/2024). Pengalaman tersebut adalah hasil survei dan wawancara secara personal kepada korban KBGO yang dilakukan oleh KPI dari tanggal 14 Juni 2023 sampai dengan rekapitulasi hasil perhitungan suara 24 Maret 2024. KPI melakukan survei kepada perempuan calon legislatif, tim sukses, hingga pendukung. Hasilnya, perempuan sangat rentan dan berpotensi menjadi korban KBGO dan memengaruhi kehidupan politik, sosial, hingga privasi perempuan. 

KBGO adalah kekerasan berbasis gender (KBG) yang difasilitasi teknologi, tindak kekerasan tersebut memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksualitas. KBGO dikenal juga dengan kekerasan siber berbasis gender (KSBG) menurut Komnas Perempuan dan kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) menurut UU No. 12 Tahun 2022. Kekerasan maupun eksploitasi dalam KBGO dilakukan, dibantu, diperburuk, dan diperkuat dengan menggunakan perangkat teknologi informasi komunikasi atau bentuk antarmuka digital lainnya seperti telepon genggam, komputer tablet, komputer, perangkat suara, kamera, perangkat penentu posisi global (GPS), perangkat pelacak atau situs dan media sosial yang merugikan dan membahayakan secara fisik, seksual, psikologis/emosional, sosial, politik, ekonomi, serta bentuk pelanggaran lain terhadap hak dan kebebasan khususnya bagi perempuan dan kelompok rentan lainnya. 

Menghambat Perempuan dalam Berpolitik

Teknologi dan informasi, termasuk media sosial di dalamnya, digunakan dalam Pemilu 2024 sebagai ruang untuk meningkatkan partisipasi pemilih dan transparansi proses pemilihan, namun KBGO menghambat perempuan untuk berpartisipasi dalam politik. Berbagai kekerasan dalam bentuk ancaman, penyebaran video pribadi tanpa konsen, fitnah, ujaran kebencian bernada misoginis, dan komentar seksis menyebabkan ruang digital menjadi tak aman bagi perempuan. 

KBGO dalam Pemilu berdampak buruk pada politik perempuan. KBGO rentan mengurangi partisipasi perempuan dalam Pemilu, perempuan yang menjadi korban lebih banyak yang memilih diam akibat ketakutan, ketidaktahuan, maupun layanan pendampingan yang tidak tersosialisasikan. Korban yang alami KBGO juga kerap disalahkan dan mendapat stigma. Akibatnya kesehatan mental korban menjadi terganggu dan menghambat dalam aktivitas politik, kemudian menghalangi perempuan untuk menyuarakan pendapat atau pandangan politik mereka. Akhirnya reputasi perempuan menjadi rusak dan berkurangnya dukungan publik dan memperburuk ketidaksetaraan gender dalam konteks politik.

Dalam hasil survei yang dilakukan oleh KPI, 80% responden menyatakan mengalami KBGO lebih dari 1 kali, bahkan ada yang mengalami sampai lebih dari 10 kali. Mirisnya lagi, sebanyak 6,7% responden menyatakan mengenal pelaku KBGO antara lain, keluarga, kerabat, teman dekat, sesama calon legislatif, tim pemenangan/sukses, anggota partai baik pengurus maupun anggota biasa. Hal ini membuktikan bahwa orang-orang terdekat perempuan nyatanya tidak menjadi ruang aman bagi perempuan. 

Jenis KBGO yang dialami maupun yang disaksikan juga bermacam-macam. Postingan atau komentar di media sosial yang menyerang dan meremehkan identitas gendernya sebagai Caleg maupun karena mendukung salah satu calon menjadi jenis KBGO yang paling banyak terjadi. Kemudian merasa diawasi melalui akun media sosial, mendapatkan komentar yang bermuatan seksual, ancaman dan/atau pencemaran nama baik melalui teks, gambar atau kesaksian hoaks terkait reputasinya sebagai Caleg maupun sebagai personal karena mendukung salah satu calon. Ada pula korban yang mengalami peretasan akun sampai menampilkan status dengan konten seksual, serta mendapat kiriman pesan bertubi-tubi yang berisi pelecehan dan penghinaan karena responden adalah Caleg ataupun pendukung salah satu calon. Kemudian gambar foto atau video korban diedit dengan nuansa pelecehan seksual dan dengan tujuan merusak reputasinya sebagai Caleg atau sebagai pendukung, dan dibuatnya akun tiruan yang menjatuhkan kredibilitas korban.

Dalam kasus KBGO pada umumnya korban kesulitan untuk melaporkan kasusnya kepada aparat penegak hukum (APH) lantaran aparat belum berperspektif korban. Lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum menjawab persoalan KBGO, karena implementasinya yang masih jauh dari ideal. Padahal, pasal 14 UU TPKS telah mengatur tentang KBGO, dengan penjelasan bahwa pelaku yang merekam dan/atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual tanpa persetujuan orang yang menjadi objek bisa diganjar pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp. 200 juta. Hukuman yang sama juga berlaku bagi pelaku yang mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual, dan pelaku penguntitan untuk tujuan seksual. Selain itu banyak dari korban memilih tidak melaporkan kasus KBGO. Beberapa aspek melatarbelakangi hal tersebut di antaranya adalah masih minimnya pemahaman mengenai privasi, persetujuan, kekerasan berbasis gender, serta akses layanan pendampingan maupun bantuan korban KBGO masih terbatas.

Perempuan dalam Pemilu 2024 yang mengalami maupun menyaksikan KBGO juga mengalami hal yang sama, mayoritas korban dan saksi meresponsnya dengan memendam sendiri dan tidak melaporkan. Hanya sedikit yang melaporkan pada atasan di partai, pada penyelenggara Pemilu, atau lembaga layanan. Alasannya karena korban tidak tahu harus melapor ke mana, tidak ada kanal pengaduan baik di partai maupun penyelenggara Pemilu. Proses pengaduan juga cenderung lama sehingga dikhawatirkan akan mengganggu momentum kampanye. Pelaku juga sulit ditangkap karena berbasis online, apalagi jika pelakunya dari Caleg biasanya tidak ada sanksi tegas dari partai atau penyelenggara. Dalam kasus yang telah diuraikan di atas, ada korban yang pernah melapor kepada petinggi partainya, justru korban dipermalukan di hadapan pelaku. 

Belum Ada Aturan Tegas Perihal KBGO dalam Pemilu

Kekerasan berbasis gender, secara langsung maupun online, belum dianggap sebagai masalah yang mempengaruhi jalanya Pemilu. Ketika perempuan mengalami KBGO, partai politik dan publik memahaminya sebagai sebuah konsekuensi dan risiko karena mengambil keputusan sadar untuk terlibat dalam urusan politik. KBGO bahkan dijadikan taktik atau strategi untuk berkompetisi dalam Pemilu. Jika tidak ditindak tegas dengan segera, maka perempuan akan semakin tenggelam untuk berkiprah di ruang politik karena mereka sangat rentan untuk menjadi korban, mengalami trauma, kemudian mendapat stigma dari publik.

KPI telah memberikan banyak rekomendasi untuk mencegah dan menangani KBGO, khususnya bagi Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Bawaslu harus mengatur bahwa KBG/KBGO adalah pelanggaran Pemilu sehingga menyediakan kanal aduan tentang KBG/KBGO dengan proses yang mudah dan cepat respons, mulai mengawasi kampanye di media digital, dan sanksi tegas bagi pelaku KBGO. Bawaslu harus mulai melakukan pendidikan tentang KBG/KBGO bagi petugasnya. Undang-undang Pemilu dan Partai Politik harus segera diamandemen dengan menambahkan definisi dan ketentuan khusus tentang KBG/KBGO, menetapkan sanksi yang tegas bagi pelaku termasuk denda dan pidana, serta aturan untuk melindungi dan mendukung korban, termasuk layanan pengaduan, bantuan hukum maupun bantuan psikologis.

Indonesia kini tengah menghadapi pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, dengan waktu pemungutan suara 27 November 2024. Tren partisipasi perempuan dalam Pilkada pun mengalami peningkatan. Dapat terlihat pada Pilkada Serentak 2024, untuk posisi Gubernur dan Wakil Gubernur, terdapat 18 perempuan yang ikut mencalonkan diri. Di tingkat Bupati dan Wakil Bupati, jumlah calon perempuan mencapai angka 210 perempuan, sedangkan untuk tingkat Walikota dan Wakil Walikota, terdapat 81 perempuan yang turut bersaing.

Partisipasi perempuan dalam Pilkada mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Tren peningkatan partisipasi perempuan dalam Pilkada juga mencerminkan perubahan sikap masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan. Masyarakat mulai lebih terbuka dan menerima perempuan sebagai pemimpin, baik di tingkat lokal maupun nasional. Hal ini menandakan pergeseran positif dalam pandangan masyarakat tentang peran gender dalam politik (Kompas.id, 2024).

Tren positif ini harus dirawat dengan baik untuk menciptakan ruang politik yang sehat tanpa kekerasan, salah satunya dengan memberikan perlindungan pada perempuan, terutama dari KBG/KBGO. Berpartisipasi dalam ruang politik adalah hak seluruh warga -termasuk perempuan- yang harus dilindungi negara. Penyerangan dan pelecehan identitas gender individu dengan KBGO adalah pelanggaran hak asasi manusia. Negara harus bertanggung jawab dan menjamin ruang partisipasi politik perempuan. Ketika perempuan terlibat dalam ruang politik, maka akan tersedia kesempatan untuk mendobrak stereotip terhadap kepemimpinan perempuan. Lebih jauh, akan terbuka ruang untuk terbentuknya kebijakan-kebijakan yang sensitif gender dengan melihat pengalaman perempuan sebagai fondasinya. 

Referensi

Adenesa, Degina. “Peran Negara Dan Platform Mengatasi Kasus KBGO.” ELSAM, 19 July 2022,https://www.elsam.or.id/teknologi-dan-ham/peran-negara-dan-platform-mengatasi-kasus-kbgo#:~:text=Banyak%20dari%20korban%20kekerasan%20dan,korban%20KBGO%20yang%20masih%20terbatas 

admin. “Diseminasi Laporan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) Dalam Kontek Pemilu 2024 | Koalisi Perempuan Indonesia.” Koalisi Perempuan Indonesia, 5 Aug. 2024, https://www.koalisiperempuan.or.id/2024/08/05/diseminasi-laporan-kbgo/ 

Aurel, Shafira. “84 Persen Caleg Perempuan Jadi Korban KBGO Di Pemilu 2024 | Berita Terkini, Independen, Terpercaya | KBR ID.” Berita Terkini, Independen, Terpercaya | KBR ID, KBR, 1 Aug. 2014, https://kbr.id/berita/terbaru/84-persen-caleg-perempuan-jadi-korban-kbgo-di-pemilu-2024

Indonesia, Koalisi Perempuan. Diseminasi KBGO Dalam Konteks PEMILU 2024. YouTube, 1 Aug. 2024, https://www.youtube.com/watch?v=RxN62UwnPyU 

Juniarto, Damar. Bangkitnya Otoritarian Digital Laporan Situasi Hak-Hak Digital Indonesia 2019. SAFEnet, 2019.

Kusuma, Ellen, and Nenden Sekar Arum. Memahami Dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online. SAFEnet.

Rohmah, Fina Nailur. Lapor Kasus KBGO Pakai UU ITE, Diancam Dan Alami Reviktimisasi. Tirto.id, 18 Oct. 2023, https://tirto.id/lapor-kasus-kbgo-pakai-uu-ite-diancam-dan-alami-reviktimisasi-gQ6v

Salabi, Amalia. “KBGO Di Pemilu 2024 Rugikan Partisipasi Perempuan – Rumah Pemilu.” Rumah Pemilu, 23 June 2024, https://rumahpemilu.org/kbgo-di-pemilu-2024-rugikan-partisipasi-perempuan/

Yaphi. “Kekerasan Berbasis Gender Dalam Pemilu Dan Bagaimana Korban Melapor.” Suara Keadilan – Bersama Rakyat Menegakan Keadilan, 11 Feb. 2024, https://www.suarakeadilan.org/id/publikasi/suara-keadilan/sosok/36-publikasi/suara-keadilan/395-kekerasan-berbasis-gender-dalam-pemilu-dan-bagaimana-korban-melapor

Yuniarto, Topan. “Pilkada Serentak 2024: Partisipasi Perempuan Sebagai Calon Kepala Daerah – Kompaspedia.” Kompaspedia, 17 Sept. 2024, https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/pilkada-serentak-2024-partisipasi-perempuan-sebagai-calon-kepala-daerah?track_source=kompaspedia-paywall