Masa Depan UMKM dengan Bisnis Inklusif
Oleh: Yohana Yuliatri – ASPPUK
Model Bisnis Inklusif hadir untuk menggantikan model bisnis eksploitatif yang terbukti tidak ramah lingkungan dan berpihak pada keadilan sosial. Praktik bisnis yang eksploitatif sebelumnya hanya mencari untung sebesar-besarnya dengan mengorbankan sumber daya.
UMKM, khususnya usaha kecil dan mikro, perlu menerapkan prinsip keberlanjutan. Pada dasarnya, prinsip ini selaras dengan nilai-nilai yang sudah dipegang oleh UMKM, yaitu:
- Pemberdayaan masyarakat (People): UMKM secara langsung melibatkan masyarakat dalam proses produksinya, baik sebagai pekerja, pemasok bahan baku, maupun konsumen.
- Ramah lingkungan dan keberlanjutan (Planet): UMKM umumnya menggunakan sumber daya alam secara berkelanjutan dan minim limbah.
- Keuntungan (Profit) yang mensejahterakan: UMKM bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi pemilik, pekerja, dan komunitas di sekitarnya.
Penerapan prinsip keberlanjutan secara terstruktur dan sistematis akan membantu UMKM:
- Meningkatkan daya saing di pasar global.
- Memperkuat akses terhadap pendanaan dan sumber daya.
- Membangun reputasi dan kepercayaan konsumen.
- Meningkatkan ketahanan terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Oleh karena itu, penting bagi UMKM untuk mengadopsi prinsip keberlanjutan dalam menjalankan usahanya.
Banyak pelaku Usaha Kecil dan Mikro (UKM) yang menjalankan bisnisnya dari rumah. Mereka menghasilkan produk rumah tangga berbahan lokal dengan emisi dan polusi minimal. Menariknya, produk mereka kerap kali melestarikan budaya dan tradisi setempat.
Contohnya, Usaha Kecil “Sagumi” milik Ibu Hajar. Berasal dari Sulawesi Tenggara, Ibu Hajar memanfaatkan bahan pangan lokal sagu untuk memproduksi aneka camilan lezat. Sagu, yang merupakan makanan tradisional di Indonesia bagian Timur, diolah Ibu Hajar menjadi berbagai kudapan menarik, berbeda dari olahan sagu tradisional seperti bubur Sinonggi dan biskuit Bagea.
Ibu Hajar menyatakan rasa bangganya terhadap sagu, yang tidak hanya menjadi sumber ketahanan pangan, tetapi juga membantu pemerintah mengurangi ketergantungan pada terigu impor. Terigu yang terbuat dari gandum ini memiliki emisi karbon yang tinggi. Sebagai alternatif, terdapat beberapa bahan baku lokal yang dapat digunakan sebagai pengganti tepung, seperti sagu, sorgum, singkong, beras, dan jagung.
Ibu Hajar mempelopori Usaha Sagumi, sebuah bisnis inklusif yang memanfaatkan sagu, komoditas lokal minim emisi. Kepeduliannya terhadap lingkungan terpancar dalam proses produksi yang berkelanjutan. Ia bahkan menceritakan pengalamannya menghadapi musim kemarau panjang tahun lalu dan bagaimana usahanya tetap beradaptasi.
“Di sekitar rumah saya merupakan pusat pengambilan air untuk masyarakat. Ketika musim kemarau berdampak sekali ke debit air. Sebenarnya tadinya airnya melimpah, dan saya juga butuh air untuk mencuci Sagu. Tetapi saya merasa kasihan dengan masyarakat sekitar yang tidak kebagian air, jadi saya bagi air ke masyarakat sekitar untuk menjadi sumber kehidupan bersama”, ucap Ibu Hajar.
Ibu Hajar tidak rakus, menguasai sumber mata air itu untuk sendiri. Dia berhemat air agar masyarakat bisa kebagian air.
Ibu Hajar, pengusaha UMKM yang ulet dan inovatif kini telah sukses mengantarkan produk camilan sagunya yakni “Sagumi” ke pasar yang lebih luas. Kegigihannya dalam mengembangkan produk, membangun jaringan, dan membuka peluang baru, dibuktikan dengan masuknya Sagumi ke mini market, toko oleh-oleh, dan bahkan menembus pasar mancanegara.
“Saya harus merasa percaya diri bahwa produk saya ini produk yang digemari dan dicari orang. Ada repeat order, bukan hanya kenaikan omset, artinya produk kita disukai. Sagumi bisa menjadi iKon Sulawesi Tenggara”, Ucap Ibu Hajar.
Keyakinan Ibu Hajar terbukti tepat. Produk lokal kini digemari, baik oleh konsumen domestik maupun internasional. Sagu, dengan keunggulan bebas gluten, memiliki pangsa pasar besar di luar negeri. Sagumi, dengan kelezatannya, menjadi pilihan camilan sehat berbahan lokal.
Untuk ekspor, model Fair Trade (perdagangan adil) dapat digunakan. Sistem ini membantu produsen menikmati perdagangan yang lebih baik dan berkelanjutan. Pelaku UMKM, khususnya usaha kecil dan mikro, harus memanfaatkan peluang ini. Keunikan produk lokal, dengan ragam tradisi, budaya, kualitas terjaga, dan rasa lezat selanjutnya menjadikan produk UMKM #mulaidarilokal siap menjadi komoditas unggulan di pasar domestik dan internasional.
Referensi