Masyarakat Sipil Indonesia Kritisi Laporan VNR SDGs Indonesia 2025 yang Dilaporkan Pemerintah Indonesia Dalam UN-HLPF SDGs

Masyarakat Sipil Indonesia Kritisi Laporan VNR SDGs Indonesia 2025 yang Dilaporkan Pemerintah Indonesia Dalam UN-HLPF SDGs

SIARAN PERS

Jakarta, 10 Juli 2025

Keterangan: Pemaparan Hasil PSC 2025 di Jakarta pada 10 Juli 2025. Ki-ka: Justin Gelatik (KAPAL Perempuan), Bona Tua (INFID), Tri Purnajaya (Kemlu RI), Pungkas Bahjuri Ali (Bappenas RI), Wahyu Susilo dan Trisna (Migrant CARE). (Sumber: Dok. INFID) 

Jakarta, 10 Juli 2025 – Pada tanggal 14-23 Juli 2025 di Markas Besar PBB New York akan berlangsung pertemuan High Level Political Forum (HLPF) untuk meninjau dan mengevaluasi pencapaian SDG’s melalui mekanisme Voluntary National Review (VNR). Di tahun ini, Indonesia telah mempersiapkan dan mengunggah (submit) VNR khususnya untuk Tujuan 3, Tujuan 5, Tujuan 8, Tujuan 14 dan Tujuan 17. 

Menurut VNR yang ditulis Indonesia dengan tajuk Fostering Inclusive Growth: Advancing Sustainable and Resilient Indonesia, Pemerintah Indonesia mengklaim telah mencapai 76% dari tujuan pembangunan berkelanjutan. Sebagai bagian dari masyarakat sipil yang selama ini aktif dalam pemantauan pencapaian SDG’s di Indonesia, INFID, KAPAL Perempuan, dan Migrant CARE menyatakan bahwa klaim tersebut terlalu berlebihan, gegabah dan tidak sesuai dengan realitas yang ada di masyarakat.

Pada semester pertama tahun 2025, INFID melakukan survei People’s Scorecard (PSC) 2025 untuk menilai pandangan masyarakat sipil Indonesia mengenai pencapaian SDGs di Indonesia. Berdasar survei yang dilakukan bersama Action for Sustainable Development (A4SD), hasilnya menunjukkan bahwa klaim pemerintah Indonesia bertentangan dengan pandangan masyarakat sipil Indonesia. 

Keterangan: Dokumen People’s Scorecard 2025. (Sumber: Dok. INFID) 

Survei menunjukkan masalah kemiskinan, kesenjangan, dan lingkungan di Indonesia mendapatkan predikat “Kemajuan Sangat Rendah”. Skor rata-rata capaian tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB/SDGs) secara nasional hanya mencapai 13,72%, masuk ke dalam kategori “Kemajuan Sangat Rendah”. Survei ini merupakan hasil penilaian untuk implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) TPB/SDGs periode 2021-2024.

PSC 2025 melibatkan 46 organisasi masyarakat sipil (OMS) dan merupakan laporan komprehensif yang menyajikan perspektif masyarakat sipil mengenai capaian SDGs Indonesia, tantangan utama, dan rekomendasi strategis untuk mempercepat kemajuan. PSC juga telah dilakukan sebelumnya pada tahun 2024, 2022 dan 2021.

Hasil survei mencerminkan kekhawatiran OMS terhadap kesenjangan dalam implementasi TPB. Sejumlah tujuan (goal) menunjukkan capaian yang relatif lebih baik, seperti goal 5 kesetaraan gender (skor 21,79%) dan goal 13 aksi iklim (skor 21,3%) dengan kategori “Kemajuan Rendah”. Sebaliknya, target seperti pengentasan kemiskinan ekstrem (goal 1), tanpa kelaparan (goal 2), dan kota berkelanjutan (goal 11) mencatat skor terendah, dengan beberapa indikator hanya mencapai 3,5–4,6%. Di wilayah terpencil seperti NTT dan Papua dengan persentase kemiskinan tinggi (Papua mencapai 26,8%, jauh di atas rata-rata nasional 9,6%), isu stunting masih belum terselesaikan dan kualitas layanan kesehatan juga timpang.

“Pemerintahan Prabowo-Gibran mendapatkan warisan masalah kemiskinan, kesenjangan, dan lingkungan yang cukup parah. Jika Asta Citanya ingin mencapai pemerataan ekonomi dan memberantas kemiskinan, maka perlu kerja ekstra keras dari para Menteri di tiga masalah tersebut. Political will dari Presiden Prabowo juga harus kuat,” jelas Bona Tua Parhusip, Deputy Director INFID.

Migrant CARE juga mengkritisi absennya perspektif perlindungan pekerja migran dan pencegahan perdagangan orang dalam substansi yang terkandung di VNR Indonesia pada Tujuan 8 yang dilaporkan (Hal 70-84) sama sekali tidak memperlihatkan situasi terkini pekerja migran Indonesia dan kasus-kasus perdagangan orang yang jumlahnya meningkat pesat pasca pandemi Covid-19. 

Berdasarkan survei yang dilakukan Migrant CARE sepanjang 2022-2024 tentang Potensi Ekonomi Purna Pekerja Migran dan Akses Jaminan Perlindungan Sosial Bagi Pekerja Migran memperlihatkan minimnya dukungan negara pada agenda perlindungan pekerja migran dan penanganan perdagangan orang. Dengan demikian pemerintah masih meninggalkan/memarjinalisasi isu pekerja migran dan pencegahan tindak pidana perdagangan orang. Tentu ini merupakan ironi bagi prinsip no one left behind yang sering digembar-gemborkan oleh pemerintah Indonesia.

KAPAL Perempuan juga mengkritisi perbedaan tajam antara klaim pemerintah dengan realita. Di antaranya adalah mengenai isu perkawinan anak dan kerja keperawatan. Sebagai OMS yang melakukan pendampingan, KAPAL Perempuan memotret masih ada daerah yang tidak mengetahui adanya strategi nasional pencegahan perkawinan anak yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini mencerminkan rendahnya pengetahuan baik dari Pemda maupun OMS lokal mengenai kebijakan perlindungan anak di wilayahnya. Hal serupa juga terjadi pada isu kerja keperawatan. “Kalo di VNR ada 1 indikator yang tidak dibahas secara mendalam adalah mengenai penghargaan terhadap kerja-kerja tak berbayar dan isu ekonomi keperawatan. Meskipun sudah ada peta jalan kebijakannya, tapi belum terlihat implementasinya,” tutur Justin Gelatik dari KAPAL Perempuan.

Rapor buruk pencapaian Indonesia menunjukkan pentingnya Pemerintah RI untuk mempercepat pembenahan pada aspek yang memiliki multiplier effect, seperti kesehatan, pendidikan, dan kolaborasi antarpihak. “Kebijakan-kebijakan Pemerintahan Prabowo cenderung populis dan seringkali mengabaikan dampak ganda. Seperti ambisi program MBG dengan anggaran jumbo yang minim kalkulasi matang, mengorbankan anggaran pendidikan dan sektor lainnya. Hal ini justru semakin memundurkan capaian TPB Indonesia,”  tutur Bona.

PSC 2025 mengusulkan rekomendasi strategis untuk mempercepat capaian TPB Indonesia:

  1. Pembentukan komite multipihak untuk memastikan keterlibatan substantif OMS dalam perumusan dan pemantauan kebijakan;
  2. Reformasi alokasi anggaran guna memprioritaskan program berbasis komunitas, terutama di daerah;
  3. Penguatan komunikasi kebijakan untuk menyelaraskan persepsi pemerintah dan OMS;
  4. Pengembangan kebijakan yang memprioritaskan perempuan, anak-anak, dan kelompok rentan demi menegakkan prinsip “no one left behind”;
  5. Pemanfaatan pendekatan berbasis komunitas, seperti melibatkan tokoh adat, untuk implementasi SDGs yang efisien dan efektif;
  6. Serta memprioritaskan pada Tujuan dengan multiplier effect seperti kesehatan, pendidikan, dan kolaborasi multipihak  untuk mempercepat kemajuan SDGs secara keseluruhan di Indonesia.

Sisa 5 tahun lagi menuju target capaian TPB secara global hingga 2030. Dunia akan melihat bagaimana keseriusan Pemerintahan Prabowo-Gibran menentukan sejauh mana Indonesia akan mencapai komitmen tujuan pembangunan berkelanjutan dan menghasilkan pembangunan yang berkeadilan bagi masyarakat.

Narahubung:

  1. Wahyu Susilo, Direktur Eksekutif Migrant CARE, +628129307964, [email protected]
  2. Justin Gelatik, Institut KAPAL Perempuan, +62 878-8232-8383, [email protected]
  3. Bona Tua Parhusip, Deputy Director INFID, [email protected]

Tentang International NGO Forum on Indonesian Development (INFID):

INFID adalah organisasi masyarakat sipil berbasis anggota yang berjuang untuk pembangunan Indonesia sejak 1985. INFID memiliki 80 anggota di seluruh Indonesia. INFID terakreditasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan menyandang Special Consultative Status untuk ECOSOC di PBB. INFID memiliki tiga fokus program; 1) Tata Kelola Iklim yang Demokratis dan Berkeadilan Gender; 2) Pembangunan yang Inklusif dan Adil; 3) Masyarakat Sipil untuk Hak Asasi Manusia dan Demokrasi.

Tentang Migrant CARE:

Migrant CARE merupakan organisasi masyarakat sipil di Indonesia yang memiliki fokus pada advokasi untuk isu pekerja migran Indonesia. Didirikan pada tahun 2004, Migrant CARE berada pada kerangka kerja “CARE” (singkatan dari Counseling, Advocacy, Research, dan Education) untuk memperkuat gerakan buruh migran sebagai bagian dari gerakan sosial untuk mewujudkan keadilan global. Dalam perjalanannya Migrant CARE menjalankan kerja-kerja dalam kerangka advokasi kebijakan, pengembangan riset dan informasi, layanan bantuan hukum dan pengorganisasian kelompok pekerja migran dengan jangkauan di tingkat Internasional, Regional, Nasional hingga Desa.

Tentang Institut KAPAL Perempuan:

Organisasi perempuan yang didirikan di Jakarta, tanggal 8 Maret 2000. Tujuan didirikan Institut KAPAL Perempuan adalah membangun gerakan perempuan dan gerakan sosial yang mampu mewujudkan keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender serta perdamaian di ranah publik dan privat. Fokus program yang melakukan pendidikan kritis, advokasi dan pengorganisasian dengan perspektif Hak Asasi Manusia (HAM), Hak Asasi Perempuan (HAP), dan pluralisme.

Media Sosial:

Instagram infid_id

Twitter infid_id

Facebook infid

Youtube INFID TV

Linkedin International NGO Forum on Indonesian Development (INFID)

Website www.infid.org