
Mendorong Praktik Bisnis yang Inklusif dan Bertanggung Jawab Melalui Uji Tuntas HAM, Ini 4 Upaya Mendasar yang Bisa Ditempuh Organisasi Masyarakat Sipil
Oleh Ryan Richard Rihi

Praktik bisnis yang mengancam hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan hidup masih terus terjadi. Baru-baru ini misalnya, media ramai memberitakan bentrokan antara warga dan aparat di Rempang akibat penolakan pembangunan Rempang Eco-City [1]. Bentrokan tersebut mengakibatkan sejumlah warga ditangkap, sebagian lain mengalami luka-luka, bahkan belasan siswa ikut terdampak hingga harus dilarikan ke rumah sakit [2]. Kejadian ini menuai protes keras dari banyak pihak, salah satunya oleh masyarakat sipil yang kemudian mendesak investor proyek agar melakukan Uji Tuntas HAM [3]. Adapun Uji Tuntas HAM adalah proses penilaian dan tindaklanjut terhadap dampak potensial dan nyata HAM yang mungkin disebabkan oleh operasional bisnis melalui tiga upaya utama: mengadakan kebijakan HAM, penilaian dampak HAM, serta penyediaan mekanisme komplain dan pemulihan [4].
Sebetulnya inisiatif untuk mendorong praktik bisnis yang inklusif dan bertanggung jawab yang beririsan dengan Uji Tuntas HAM, terkhususnya di Indonesia, sudah makin banyak dilakukan oleh negara, perusahaan, dan masyarakat sipil. Beberapa regulasi terkait di antaranya seperti Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 Tahun 2017 tentang Sertifikasi HAM Perikanan, Perpres No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Sawit berkelanjutan Indonesia, hingga Perpres No. 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia. Inisiatif lain juga berwujud kerja sama multi-pihak, penyediaan panduan, serta mekanisme sertifikasi perusahaan, di antaranya seperti Gugus Tugas Bisnis dan HAM, Indonesia Global Compact Network, ISO 26000, ISPO, RSPO, GRI 412, Sustainability Report, hingga Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA) besutan Kemenkumham [4], [5].
Apa yang bisa dilakukan masyarakat sipil?
Walau sudah banyak inisiatif seperti diuraikan sebelumnya, praktik bisnis yang kontraproduktif terhadap upaya pemenuhan HAM masih terjadi. Hal ini karenanya menuntut peran serta berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, untuk mengkatalisasi proses pemajuan HAM dalam praktik bisnis di Indonesia. Masyarakat sipil dituntut untuk mendampingi maupun mendesak perusahaan untuk menerapkan praktik bisnis yang inklusif dan bertanggung jawab. Untuk mencapai hal tersebut, ada beberapa upaya praktis yang dapat ditempuh oleh organisasi masyarakat sipil. Mengutip Iman Prihandono [5], Jacob Bogart [6], dan Tequila V. Bester [7], berikut ini rangkuman 4 upaya yang dapat dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil (OMS).
- Mendokumentasikan pelanggaran serta membantu korban dan kelompok terdampak
OMS dapat mengembangkan indikator penilaian serta menggunakannya untuk mengukur dampak operasionalisasi bisnis terhadap HAM. Hal ini dapat dicapai dengan mengumpulkan umpan balik langsung dari masyarakat yang terdampak serta pemangku kepentingan lainnya yang terkait. Dokumentasi ini penting dan bisa menjadi bahan advokasi OMS untuk mendorong bisnis yang inklusif dan bertanggung jawab. Selain itu, intervensi lain yang bisa dilakukan adalah memberikan pendampingan dan bantuan khusus langsung kepada korban atau kelompok terdampak, beberapa di antaranya seperti bantuan hukum, psikologis, atau bantuan khusus lainnya.
- Advokasi dan Pendampingan kepada Perusahaan
Upaya advokasi dapat langsung dilakukan OMS kepada perusahaan. Advokasi ini bisa didasarkan pada dokumentasi pelanggaran yang dilakukan OMS maupun pada pengetahuan OMS terkait HAM serta instrumen lain yang relevan. Di sisi lain, OMS bisa terlibat secara aktif memberikan pendampingan kepada perusahaan untuk menjalankan mandat pelaksanaan Uji Tuntas HAM dalam UNGPs on BHR. Uji Tuntas HAM sendiri memiliki setidaknya empat tahap sirkuler yang perlu dilakukan oleh perusahaan secara berkelanjutan, mulai dari identifikasi dampak yang berpotensi atau telah ada akibat operasionalisasi bisnisnya, mengambil tindakan merespons temuan yang muncul, mengevaluasi efektivitas dari respons yang diambil, serta mengomunikasikan upaya yang telah dilakukan perusahaan kepada publik. Dalam keseluruhan tahap ini, terdapat peran-peran spesifik yang bisa dilakukan oleh OMS dalam kolaborasi dengan perusahaan. Melalui kepakaran dan pemahaman mendalam mengenai kondisi dan dinamika kompleks sosio-ekonomi, OMS dapat terlibat dalam proses asesmen dampak, memberikan saran maupun membantu perusahaan merespons dampak HAM yang ditemukan atau berpotensi terjadi, hingga mendorong transparansi dan akuntabilitas perusahaan melalui kanal komunikasi yang terbuka dan dapat diakses, utamanya oleh pihak terdampak dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
- Advokasi kepada pemangku kebijakan (negara, non-negara, dan internasional) atau pihak lain yang berpengaruh pada perusahaan/korporasi
Selain terhadap orang atau kelompok terdampak dan perusahaan/korporasi secara langsung, OMS juga dapat melakukan advokasi kepada para pemangku kebijakan. Contohnya, OMS dapat memanfaatkan mekanisme pengaduan internasional terhadap korporasi yang dituju, mengajukan gugatan hukum di negara asal korporasi, atau mengadvokasi perubahan regulasi untuk mengatur perilaku perusahaan demi menutupi cela hukum yang bisa dimanfaatkan perusahaan.
- Menciptakan kesadaran publik tentang Bisnis dan HAM
OMS dapat menciptakan kesadaran publik tentang HAM, khususnya mengenai dampak HAM yang ditimbulkan oleh operasionalisasi bisnis, serta mendorong aksi kolektif. Selain melalui kampanye dan penyorotan terhadap isu yang muncul, OMS dapat melakukan penelitian tandingan (rebuttal research) sebagai kontra narasi dan penegasan akan permasalahan dari klaim-klaim korporasi terhadap HAM.
Paparan di atas menunjukkan bahwa ada pelbagai upaya yang dapat ditempuh OMS untuk mendorong praktik bisnis yang inklusif dan bertanggung jawab. Mengingat bahwa praktik bisnis yang mengancam HAM dan lingkungan hidup masih terus terjadi, maka OMS dapat dengan kreatif, berani, dan hati-hati mengorkestrasi perannya memanfaatkan beberapa strategi di atas.
Bibliografi
[1] M. Fitriah, “Kasus Pulau Rempang, Ini 7 Fakta yang Wajib Diketahui,” beritasatu.com, Sep. 25, 2023.
[2] “Rempang Eco City: Bentrokan aparat dan warga kampung adat yang terancam tergusur proyek strategis nasional, ‘kalau direlokasi hilang sejarah kami,’” bbc.com, Sep. 05, 2023.
[3] R. S. Putri, “Investor Rempang Eco City Didesak Lakukan Uji Tuntas HAM Sesuai Amanat PBB,” tempo.co, Sep. 19, 2023.
[4] I. Reza, “Uji Tuntas Bisnis dan HAM untuk Bisnis yang Inklusif.” Dirjen HAM Kemenkumham, 2023.
[5] I. Prihandono, “Human Rights Due Diligence di Indonesia.” Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2023.
[6] J. Bogart, “Environmental and Human Rights Due Diligence Training for CSOs in Indonesia.” The Remedy Project, Jakarta, 2023.
[7] T. V. Bester, “Introduction to Business and Human Rights.” Foundation of International Human Rights Reporting Standard, 2023.