Merayakan Perbedaan, Menjaga Demokrasi: Festival HAM dan Suara Orang Muda

Merayakan Perbedaan, Menjaga Demokrasi: Festival HAM dan Suara Orang Muda

Oleh: Abdul Waidl, Program Manager INFID

Festival HAM yang diinisiasi oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan lembaga-lembaga lainnya pada 27 September 2025 mendatang, membawa angin segar sekaligus perdebatan. Dengan tema yang kuat, “Orang Muda Merawat Beda: Jaga Demokrasi, Keadilan dan Kebebasan”, acara ini menjadi panggung bagi suara-suara muda untuk berdialog, berbagi, dan merumuskan langkah nyata. Namun, tak semua orang melihatnya sebagai langkah maju. Ada pro dan kontra, mencerminkan kompleksitas pandangan terhadap isu hak asasi manusia dan demokrasi di tengah masyarakat.

Di satu sisi, banyak yang menyambut baik festival ini. Festival HAM dilihat sebagai momentum penting untuk menyuarakan aspirasi tentang demokrasi, keadilan, dan kebebasan di tengah keberagaman yang begitu kaya. Perbedaan bukanlah jurang pemisah, melainkan anugerah yang harus dirayakan. Justru dalam keragaman itulah, potensi kolaborasi dan inovasi dapat tumbuh subur. Festival ini menjadi wadah untuk menggaungkan kembali nilai-nilai toleransi dan persatuan, yang mungkin mulai terkikis oleh dinamika sosial dan politik saat ini. Mereka percaya, dengan bersuara lebih lantang, tekanan publik bisa menggerakkan perubahan.

Namun, ada pula yang memandang festival ini dengan skeptis. Mengadakan festival di tengah iklim demokrasi yang dianggap sedang merosot dan penegakan HAM yang lemah adalah tindakan yang patut dipertanyakan. Sebuah festival bisa diartikan sebagai perayaan—seolah-olah kondisi pemenuhan HAM di Indonesia sudah cukup baik untuk dirayakan. Padahal, yang seharusnya dilakukan adalah terus mendorong penegakan HAM, bukan merayakan kondisi yang sedang “minus”. Pandangan ini didasari kekhawatiran bahwa festival semacam ini justru akan menjadi legitimasi bagi status quo.

Orang Muda sebagai Motor Penggerak

Lepas dari perdebatan pro dan kontra, ada satu hal yang tak terbantahkan: orang muda saat ini adalah motor gerakan di berbagai belahan dunia. Dari Nepal hingga Filipina dan Peru, suara-suara muda menggema, menuntut keadilan, transparansi, dan masa depan yang lebih baik. Kisah Nepal menjadi peringatan bagi para pemimpin bahwa generasi muda bisa menjadi penggerak revolusi dan perubahan politik yang berdampak besar. Anak-anak muda di Filipina dan Peru juga tampil di garis depan demonstrasi, menyuarakan isu-isu berbeda mulai dari larangan media sosial hingga tuntutan keadilan sosial.

Situasi ini bukan kebetulan; ia adalah cerminan dari kesadaran baru dan semangat juang yang tak kenal lelah. Di tengah era informasi yang serba cepat, orang muda memiliki akses ke pengetahuan dan jaringan yang lebih luas, memungkinkan mereka untuk terhubung, berkolaborasi, dan mengorganisir gerakan dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya.

Festival HAM yang diadakan oleh INFID dan para mitra ini hadir di tengah momentum tersebut. Tujuan utamanya jelas: memastikan suara orang muda menjadi lebih keras dan bermakna. Acara ini bukan sekadar panggung hiburan, melainkan ruang serius untuk dialog, berbagi pengalaman, dan merumuskan rekomendasi konkret. Ini adalah kesempatan emas bagi orang muda untuk duduk bersama, memimpikan Indonesia yang damai dalam perbedaan, dan menerjemahkan mimpi itu menjadi langkah-langkah nyata. Mereka akan berbagi kisah tentang bagaimana menjadi aktivis toleransi, bagaimana membangun jembatan di tengah masyarakat yang beragam, dan bagaimana menghadapi tantangan-tantangan yang ada.

Dari Dialog ke Aksi Nyata

Festival ini dirancang sebagai jembatan antara gagasan dan aksi. Setelah berdialog dan berbagi pengalaman, puncaknya adalah merumuskan pemikiran dan rekomendasi yang akan disampaikan langsung kepada para pengambil kebijakan. Ini adalah langkah krusial yang membedakan festival ini dari sekadar acara seremonial. Rekomendasi ini akan menjadi “suara kolektif” orang muda, yang berisi tuntutan dan harapan mereka terhadap para pemimpin di eksekutif dan legislatif, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Proses ini penting untuk menghindari festival sebagai acara yang berakhir tanpa jejak. Dengan menyusun rekomendasi yang terstruktur, orang muda tidak hanya mengeluh, tetapi juga menawarkan solusi. Mereka menunjukkan bahwa mereka tidak hanya peduli, tetapi juga siap mengambil bagian dalam proses pembangunan bangsa. Hal ini juga menjadi pengingat bagi para pemangku kebijakan bahwa suara orang muda tidak bisa diabaikan.

Menepis Anggapan Keliru

Melihat kembali perdebatan yang muncul, penting untuk meluruskan pandangan yang kontra. Festival HAM ini bukanlah perayaan atas kondisi pemenuhan HAM yang sudah sempurna. Sebaliknya, ia adalah ajakan untuk bertindak. Ini adalah upaya untuk membangun momentum, mengumpulkan energi, dan menyatukan suara. Festival ini adalah pengakuan bahwa situasi demokrasi dan HAM memang sedang menghadapi tantangan, dan oleh karena itu, perlu ada langkah-langkah ekstra untuk mengatasinya.

Alih-alih menjadi legitimasi, acara ini justru menjadi kontra-narasi. Ia menegaskan bahwa di tengah segala kesulitan, masih ada harapan. Harapan itu dibawa oleh orang muda yang siap merawat perbedaan dan menjaga api demokrasi tetap menyala. Mereka adalah agen perubahan yang percaya bahwa masa depan yang lebih baik bukan hanya mimpi, melainkan tanggung jawab bersama.

Pada akhirnya, Festival HAM ini adalah cerminan dari sebuah optimisme. Ia mengakui adanya masalah, namun tidak menyerah pada keputusasaan. Ia memilih untuk merangkul dan menggerakkan, bukan sekadar meratapi. Melalui dialog dan kolaborasi, ia menunjukkan bahwa cara terbaik untuk menghadapi kemunduran adalah dengan bersatu, memperkuat barisan, dan memastikan bahwa suara-suara yang selama ini terpinggirkan kini berada di garis depan.

Orang muda, dengan segala idealisme dan energinya, adalah kunci. Dengan Festival HAM ini, mereka tidak hanya berbicara tentang keadilan, mereka juga mulai mewujudkannya, satu rekomendasi pada satu waktu. Ini adalah bukti nyata bahwa merawat perbedaan adalah fondasi untuk membangun bangsa yang adil, demokratis, dan bebas