Pelatihan Pengarusutamaan Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial untuk Staf INFID

Pelatihan Pengarusutamaan Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial untuk Staf INFID

Oleh: Laurensius Susilo Yunior, Program Assistant Inequality, Partnership and Membership INFID
Editor: Intan Bedisa, Communication & Digital Officer INFID

Keterangan: Staf INFID memulai kegiatan Pelatihan Pengarusutamaan Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial (Sumber: Dok. INFID)

INFID menilai pemberian pemahaman mengenai kesetaraan gender dan inklusi sosial (GESI) kepada seluruh staf INFID sebagai salah satu prioritas, agar mampu menginternalisasi GESI dalam setiap advokasi yang dilakukan INFID. Oleh karena itu, INFID mengadakan Pelatihan Pengarusutamaan Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial pada 6-7 Juni 2024 di kantor Sekretariat INFID di Jakarta Selatan.

Pelatihan ini menghadirkan Antarini Pratiwi Arna sebagai fasilitator. Rinno –panggilan akrabnya– saat ini merupakan Senior Gender and Social Inclusion Advisor pada MSI-Harmoni. Rinno telah aktif selama lebih dari 20 tahun untuk mengadvokasikan isu kesetaraan gender dan inklusi sosial, di mana dalam perjalanannya Rinno sempat menjabat sebagai Program Director for Gender Justice untuk Oxfam in Indonesia.

Ruang lingkup pelatihan ini secara khusus mengutamakan pada pendalaman materi mengenai teori dasar gender, penanggulangan kekerasan dan ekstremisme, inklusi sosial, serta praktik GESI di dalam lembaga. Peserta diajak untuk ikut serta secara aktif melakukan diskusi dalam kelompok untuk menyelesaikan kasus-kasus yang bertujuan untuk melatih perspektif gender.

Keterangan: Peserta pelatihan sedang menyampaikan hasil diskusi kelompok (Sumber: Dok. INFID)

Pada hari pertama, para peserta mendapatkan pembelajaran dan pendalaman pada aspek gender. Fasilitator membekali para peserta dengan pemahaman mengenai definisi gender, kekerasan gender, penggunaan perspektif gender dalam setiap program, dan ekspresi gender. Selain belajar mengenai gender, para peserta diajak untuk mendalami violent extremism mulai dari definisi, proses munculnya rasa ekstremisme, dan integrasi seseorang untuk masuk ke dalam lingkaran radikalisme, intoleransi, dan terorisme. Fasilitator menggunakan studi kasus berdasarkan pengalaman yang pernah dialami oleh dirinya dan para peserta, sehingga para peserta mampu memahami dengan lebih mudah dan relevan.

Di hari kedua, para peserta mempelajari materi inklusi sosial melalui diskusi kelompok untuk membahas studi kasus yang diberikan oleh fasilitator. Para peserta mengeksplorasi perbedaan inklusi sosial dengan eksklusi sosial, beserta cara-cara yang dapat digunakan untuk memastikan implementasi dari inklusivitas dalam praktik kerja non-government organisation (NGO).

Berbagai penelitian menggambarkan keadaan Indonesia yang masih jauh dari kata inklusif dan setara. Praktik intoleransi masih sering terjadi di Indonesia. Data SETARA Institute pada 2022 menunjukkan adanya peningkatan tren intoleransi dalam ruang lingkup keberagamaan antar agama, dengan adanya sebanyak 140 peristiwa perusakan dan 90 peristiwa penolakan di seluruh Indonesia. Sementara itu, temuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menunjukkan masih banyaknya ancaman ekstremisme berbasis kekerasan dan terorisme di Indonesia berdasarkan jumlah simpatisan yang berhasil ditangkap sebanyak 1.517 jiwa pada kurun waktu 2018 hingga 2022 (BNPT, 2023). BNPT juga menemukan banyaknya jumlah perempuan dan anak yang terlibat dalam kegiatan ekstremisme dan masih berada di luar negeri, yakni 187 perempuan dan 143 anak yang tergabung sebagai Foreign Terrorist Fighter (FTF), 175 perempuan dan 144 anak deportan, serta 28 perempuan dan 14 anak returni.

Indonesia juga belum mengalami kemajuan yang signifikan dalam mempromosikan keadilan dan kesetaraan gender. Menurut data dari United Nations Development Program (UNDP) pada 2022, Gender Inequality Index (GII) Indonesia masih berada di peringkat 109 dari 193 negara dengan indeks ketimpangan gender sebesar 0,439. Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Perempuan menunjukan kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2023 mencapai 289.111 kasus. Walaupun angka kekerasan terhadap perempuan mengalami penurunan dari tahun 2022, Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik (KSBE) menjadi jenis kekerasan yang paling sering terjadi sebanyak 838 kasus, diikuti dengan pelecehan seksual fisik, kekerasan seksual lain, dan perkosaan.

Pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas dari staf INFID, sehingga kesetaraan gender dan inklusi sosial dapat terinternalisasi secara kelembagaan. INFID sebagai lembaga perlu memiliki perspektif gender sehingga program yang dilaksanakan oleh INFID mampu merefleksikan inklusi sosial kepada seluruh pihak. Ke depannya, pelatihan penguatan perspektif gender yang serupa juga perlu dilakukan, khususnya pada tahap sebelum merancang program.

Keterangan: Foto bersama setelah pelatihan (Sumber: Dok. INFID)

Sumber:
11 Temuan dan Analisis Potensi Ekstremisme Berbasis Kekerasan dan Terorisme 2018-2022. (2023). I-KHub. https://ikhub.id/produk/infografis/11-temuan-dan-analisis-potensi-ekstremisme-berbasis-kekerasan-dan-terorisme-2018-2022-28161182 

Gender Inequality Index. (2023). Human Development Reports. https://hdr.undp.org/data-center/thematic-composite-indices/gender-inequality-index#/indicies/GII

Mengatasi Intoleransi dalam Tata Kebinekaan Indonesia: Update dan Rekomendasi Terkait Peribadatan. (2022). Setara Institute. https://setara-institute.org/mengatasi-intoleransi-dalam-tata-kebinekaan-indonesia-update-dan-rekomendasi-terkait-peribadatan/

Siaran Pers Komnas Perempuan tentang Peluncuran Catatan Tahunan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2023 “Momentum Perubahan: Peluang Penguatan Sistem Penyikapan di Tengah Peningkatan Kompleksitas Kekerasan terhadap Perempuan. (2024). Komnas Perempuan | Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-tentang-peluncuran-catatan-tahunan-kasus-kekerasan-terhadap-perempuan-tahun-2023