Survei Terbaru WASPADA PENURUNAN SIKAP TOLERANSI PELAJAR SMA

Oleh: Syafira Khairani

Kondisi keberagaman dan toleransi di kalangan pelajar sekolah menengah atas masih memperlihatkan tendensi yang positif. Dalam diseminasi hasil survei Kondisi Toleransi Siswa Menengah Atas (17/5/2023) yang dilakukan oleh SETARA Institute, di bawah konsorsium INKLUSI, menunjukkan bahwa 70,2% siswa SMA masih memiliki sikap toleran. Persentase ini menunjukkan nilai yang cukup baik sebagai landasan mengakar tingkat toleransi generasi Z yang berada di bangku SMA. Hasil survei ini juga sejalan dengan Indeks Kota Toleran (IKT) yang mencatatkan nilai positif kondisi toleransi di Indonesia.

Tingginya angka toleransi pelajar secara umum tetap memerlukan peninjauan dan pengawasan secara berkala. Direktur Eksekutif SETARA, Halili Hasan, menyampaikan dukungan terhadap persepsi bahwa Pancasila bukanlah ideologi yang permanen dan bisa diganti juga sangat besar, yakni 83,3 persen responden. Temuan lain juga menunjukkan 56,3 persen pelajar setuju bahwa penerapan syariat Islam perlu dijadikan sebagai landasan bernegara. Penggunaan jilbab untuk siswi perempuan juga menuai perhatian besar, di mana 61,1 persen responden merasa lebih nyaman jika semua siswi di sekolah menggunakan jilbab. Fenomena ini memberikan gambaran bahwa, di lain sisi, tendensi untuk bertoleransi mengalami penurunan.

FGD Diseminasi Riset SETARA Institute, 17 Mei 2023

Riset INFID tahun 2021 juga menghasilkan temuan bahwa milenial dan Generasi Z cenderung sepakat dengan penggunaan seragam sekolah yang sesuai dengan agama mayoritas di daerah. Rizka Antika, Program Officer for Promoting Tolerance and Respect for Diversity INFID, mengingatkan bahwa pemaksaan penggunaan jilbab di sekolah perlu diredam untuk menghindari lonjakan intoleransi di Indonesia. “Hal ini (pemaksaan berjilbab) juga bisa berdampak pada simbol ajaran agama karena dipaksakan menjadi trauma,” ungkap Rizka. Kebebasan beragama dan berkeyakinan perlu menjadi sebuah perspektif yang diimplementasikan, baik di kalangan pelajar maupun tenaga pendidik, untuk menghindari persepsi buruk terhadap agama yang terkesan memaksakan.