Intoleransi: Realita yang Berkelanjutan?

Intoleransi: Realita yang Berkelanjutan?

Foto: Tim Ahmadiyah.id

Oleh: Fanny Syariful AlamMember of Multi-Stakeholders of the Drafting of RAD PE in West Java by INFID & PW Fatayat NU Jawa Barat

Jawa Barat merupakan wilayah sering menjadi lokus terjadinya  intoleransi agama kepada kelompok minoritas. Hasil survei Setara Institute dari  2017 2022 menempatkan provinsi ini dalam peringkat satu dan dua untuk intoleransi. Pada 2023, Setara Institute merilis Indeks Kota Toleran 2023 yang kembali menempatkan Depok—yang berada di wilayah otoritatif Jawa Barat—sebagai kota paling intoleran se-Indonesia.  Sementara itu, pemerintah provinsi Jawa Barat terus meyakinkan publik bahwa toleransi di provinsi ini masih baik-baik saja, dan itu ditekankan oleh salah satu ketua DPW Partai Keadilan Sejahtera, Haru Suhandaru, yang siap berkompetisi dalam pemilihan Gubernur mendatang. 

Aturan Perundangan VS Realita

Kunci untuk mencegah tindakan intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas adalah  hadirnya negara dalam melindungi segenap warganya, termasuk kelompok agama minoritas sebagaimana termaktub dalam UUD 1945,   Pasal 29 Ayat (2), berisi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama”. 

Serta kewajiban Indonesia setelah meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang tertuang dalam UU No. 12/2005 dalam pasal 18: “Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran”.  Pada ayat 2  dalam UU No. 12/2005  ditekankan Kembali bahwa “Tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga mengganggu kebebasannya untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya”.

Ironisnya, beberapa kasus intoleransi dan diskriminasi terhadap agama minoritas di Jawa Barat pelakunya justru dari aparat pemerintah sendiri. Salah satunya dilakukan oleh Bupati Garut yang merilis Surat Edaran Pelarangan Aktivitas Penganut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Penghentian Kegiatan Pembangunan Tempat Ibadah Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Kampung Nyalindung, Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu, Kabupaten Garut pada tanggal 6 Mei 2021. Keputusan ini merupakan tindakan yang jelas inkonstitusional karena menyalahi UUD 45 dan UU No. 12/2005.

Sayangnya, Surat Edaran Bupati Garut tersebut dijustifikasi dengan adanya aturan SKB 3 Menteri tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat dan Pergub Jawa Barat No 12 tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia Di Jawa Barat. Hingga saat ini, belum ada tanda-tanda untuk mencabut aturan diskriminatif tersebut. 

Tak heran, jika kasus intoleransi tetap terjadi. Pada bulan Juli 2023, misalnya, di Gegerkalong, Bandung, warga menggeruduk aktivitas ibadah kelompok bermazhab Syiah yang dicap sesat. Padahal, mereka sedang merayakan hari Asyura yang rutin dirayakan  setiap 10 Muharram. Kuatnya sentimen kepada mazhab syiah di Jawa Barat di antaranya karena adanya Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS Indonesia). ANNAS mengklaim bahwa eksistensi aliansi ini bertujuan untuk menjaga agar agama Islam tidak dinodai oleh aliran-aliran sesat, seperti Syiah. Dukungan terhadap aliansi ini semakin diperkuat dengan hadirnya perwakilan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam pendeklarasian aliansi pada 20 April 2014. Belakangan di tahun 2022, ANNAS meresmikan Gedung Dakwah ANNAS yang baru dan juga  dihadiri oleh Walikota Bandung, Yana Mulyana. 

Proses perizinan untuk rumah ibadah juga prosesnya lama dan sulit. Hal itu pula yang dirasakan Pendeta Cliff dari Gereja Kristen Pasundan (GKP) Jemaat Dayeuhkolot yang telah mengurus pembangunan gereja sejak 1999. Sampai saat ini gerejanya tak kunjung memiliki izin, hingga jemaatnya diperkusi dan dilarang menggunakan gereja karena tak memiliki izin. Padahal bangunan gereja yang telah dibeli sejak tahun 1995 masih belum dapat digunakan untuk kebaktian minggu bagi seluruh jemaat, hanya masih diperbolehkan untuk kelompok lanjut usia. Seluruh aktivitas gereja dipindah ke Kapel Rahuel di RS Immanuel yang berjarak relatif jauh dari Dayeuh Kolot. Pendeta telah menyampaikan permasalahan ini kepada Kantor Kementerian Agama—melalui Bimas Kristen Provinsi Jawa Barat serta Kesbangpol Kabupaten Bandung—yang sayangnya belum ada perubahan apapun.

Apakah Intoleransi Akan Terus Berlanjut? 

Apakah intoleransi kepada kelompok akan terus berlanjut? Jawabannya cukup sulit. Meski Indonesia baru saja menggelar Pemilu 2024, tak ada jaminan apapun dari kandidat terpilih untuk melindungi kelompok minoritas, pun pada masa kampanye atau visi-misi yang dipaparkan tak sekalipun isu keberagaman dibahas.  

Sementara di sisi yang lain, pemerintah melalui Kementerian Agama telah menggagas program Moderasi Beragama yang dianggap berhasil. Hingga lahir Perpres Nomor 58 Tahun 2023 mengharuskan pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun pelibatan masyarakat melaksanakan program Moderasi Beragama.  Seharusnya capaian program Moderasi beragama memasukkan indikator yang dampaknya dapat dirasakan langsung, seperti pencabutan aturan pemerintah yang diskriminatif terhadap kelompok beragama dan kepercayaan minoritas. Nyatanya, indikator hanya bersifat administratif belaka.

Tak heran meski program moderasi beragama terus berjalan, tetapi aturan diskriminatif tak (pernah) dicabut. Masyarakat sipil telah berupaya keras untuk melakukan advokasi, namun pemerintah sepertinya tak bergeming dalam mempertahankan aturan diskriminatif tersebut. Jika tak ada perubahan di tubuh pemerintah terkait dengan aturan yang diskriminatif, niscaya intoleransi akan terus menjadi realitas berkelanjutan. Itulah kenyataannya!

***

Artikel ini merupakan kerja sama antara INFID melalui program PREVENT x Konsorsium INKLUSI dengan penulis sebagai bagian dari kampanye menyebarkan nilai dan semangat toleransi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta inklusivitas. 

Referensi 

AhmadiyahId, T. (2021, July 7). Kronologi Kasus Penutupan Masjid Ahmadiyah Nyalindung oleh Bupati Garut – Artikel Islam dan Khutbah Jumat. Jamaah Muslim Ahmadiyah Indonesia. https://ahmadiyah.id/kronologi-kasus-penutupan-masjid-ahmadiyah-nyalindung-oleh-bupati-garut.html. Diakses tanggal 13 Mei 2024.

Barjah. (n.d.). Survei Kompas: Dampak Moderasi Beragama Sudah Dirasakan Masyarakat. https://balitbangdiklat.kemenag.go.id. Retrieved December 23, 2023, from https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/berita/survei-kompas-dampak-moderasi-beragama-sudah-dirasakan-masyarakat. Diakses tanggal 13 Mei 2024.

Data, G. (2024, February 2). 10 Kota Paling Intoleran versi SETARA Institute. GoodStats Data. https://data.goodstats.id/statistic/10-kota-paling-intoleran-versi-setara-institute-h5K62#:~:text=Depok%20kembali%20terpilih%20sebagai%20kota,terpilih%20sebagai%20kota%20paling%20intoleran. Diakses  tanggal 10 Mei 2024.

Digeruduk Warga, Terkuak “Aliran Sesat” dan Ritual di Gegerkalong Bandung. (2023, July 31). [Video]. VIVA.CO>ID. Retrieved May 13, 2024, from https://www.youtube.com/watch?v=aqgdc3dUhps

Iftitah dan Sejarah Annas. (n.d.). ANNAS Indonesia. https://www.annasindonesia.com/profil/iftitah-dan-sejarah-aliansi-nasional-anti-syiah. Diakses 13 Mei 2024.

Rajul, A. (n.d.-a). HARU SUANDHARU SIAP NYALON GUBERNUR: Klaim Toleransi di Jawa Barat Baik-Baik Saja      | BandungBergerak.id. BandungBergerak.id. https://bandungbergerak.id/article/detail/1597323/haru-suandharu-siap-nyalon-gubernur-toleransi-di-jawa-barat-baik-baik-saja%20Diakses%20tanggal%2010%20Mei%202024. Diakses tanggal 10 Mei 2024.

Rajul, A. (n.d.). Jawa Barat Peringkat Dua dalam Catatan Pelanggaran Kebebasan Beragama  | BandungBergerak.id. BandungBergerak.id. https://bandungbergerak.id/article/detail/15094/jawa-barat-peringkat-dua-dalam-catatan-pelanggaran-kebebasan-beragama%20%20Diakses%20tanggal%2010%20Mei%202024

Redaksi, T. (n.d.). Peresmian Gedung Dakwah Annas oleh Wali Kota Bandung Dinilai Kemunduran dalam Membangun Toleransi  | BandungBergerak.id. BandungBergerak.id. https://bandungbergerak.id/article/detail/3003/peresmian-gedung-dakwah-annas-oleh-wali-kota-bandung-dinilai-kemunduran-dalam-membangun-toleransi. Diakses tanggal 13 Mei 2024.

Syafii. (2011). Ambiguitas Hak Kebebasan Beragama di Indonesia dan Posisinya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Jurnal Konstitusi, Volume 8 (Nomor 5, Oktober 2011), 683–684.

Redaksi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (2015). Perlindungan terhadap Kebebasan Beragama I mkri.id.mkri.id https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11505 .Diakses tanggal 13 Mei 2024