Mengapa Regulasi Pekerja Rumah Tangga Masih Jauh dari Harapan?

Mengapa Regulasi Pekerja Rumah Tangga Masih Jauh dari Harapan?

Penulis: Bona Tua, Deputy Director INFID

Sektor pekerja rumah tangga (domestic worker) mencakup jutaan pekerja yang memainkan peran penting dalam rumah tangga di seluruh dunia. Namun hak dan regulasi mereka bervariasi secara signifikan antar negara. Kebutuhan akan regulasi yang jelas menjadi mendesak, terutama mengingat ketidakadilan yang dihadapi oleh para pekerja rumah tangga. Artikel ini akan membahas manfaat dari penerapan regulasi pekerja rumah tangga, tantangan dalam penegakannya, dan menyoroti praktik baik yang dicontohkan di berbagai negara. Selain itu, artikel ini juga akan memberikan informasi tentang proses penyusunan regulasi pekerja rumah tangga di berbagai negara, termasuk perspektif khusus mengenai kemajuan dan hambatan di Indonesia.

Hari Buruh, atau May Day, dirayakan setiap 1 Mei dan berasal dari perjuangan kelas pekerja pada akhir abad ke-19, terutama demonstrasi di Chicago pada 1886 yang menuntut jam kerja delapan jam sehari. Peristiwa ini dikenal sebagai Insiden Haymarket, menjadi tonggak penting dalam gerakan buruh internasional. Pada 1889, Kongres Sosialis Internasional di Paris menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional. Di Indonesia, peringatan ini dimulai pada 1918 oleh serikat buruh Kung Tang Hwee Koan di Surabaya, dan melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1948, buruh diberikan hak libur pada tanggal ini (Yuniarto, 2025).

Pekerja rumah tangga merupakan bagian dari tenaga kerja yang sering kali tidak mendapat perlindungan hukum yang memadai. Banyak negara, termasuk Indonesia, menganggap pekerjaan ini sebagai bagian dari sektor informal, sehingga pekerja rumah tangga sering kali tidak memiliki akses ke upah minimum, serta jaminan kesehatan dan perlindungan sosial. Norma sosial dan kurangnya penegakan hukum memperburuk kondisi mereka, dengan banyak pekerja rumah tangga bekerja jam panjang tanpa istirahat yang layak (HRW, 2013).

Pekerja rumah tangga (domestic workers), sering kali didominasi oleh perempuan maupun pekerja migran, memainkan peran krusial dalam masyarakat namun rentan karena perlindungan hukum yang tidak memadai. Organisasi Buruh Internasional (ILO) telah mendorong hak-hak pekerja rumah tangga, yang berpuncak pada ratifikasi Konvensi ILO No. 189 pada tahun 2011, yang menekankan kondisi kerja yang layak bagi kelompok ini. Namun, pengambilan dan penerapan regulasi menunjukkan perbedaan yang mencolok antar negara (Coe & Glaser, 2024). Indonesia sendiri hingga saat ini belum melakukan ratifikasi atas Konvensi ILO ini (Komnas HAM, 2022).

Urgensi Regulasi Pekerja Rumah Tangga dan Praktek di Negara Lainnya

Implementasi regulasi yang jelas bagi pekerja rumah tangga menawarkan berbagai manfaat, termasuk peningkatan Hak Asasi Manusia (HAM) pekerja, kepuasan kerja yang lebih baik, dan kondisi kerja yang lebih baik. Terdapat sejumlah studi yang menunjukkan bahwa lingkungan yang diatur dengan baik dapat meningkatkan kepuasan kerja di antara para pekerja rumah tangga (Yang et al., 2022). Selain itu, regulasi yang melindungi hak-hak pekerja membantu untuk melegalkan jenis pekerjaan ini, memastikan bahwa pekerja rumah tangga menerima upah yang adil dan manfaat, seperti perlindungan kesehatan dan keamanan sosial (Rahim & Islam, 2018; Oktavianti et al., 2024).

Contoh konkret dapat dilihat dalam undang-undang Kasambahay di Filipina, yang telah melakukan langkah signifikan dalam melindungi hak-hak pekerja rumah tangga dengan mewajibkan upah yang adil dan menetapkan batas jam kerja (Oktavianti et al., 2024). Regulasi yang baik berkorelasi dengan penurunan eksploitasi dan diskriminasi terhadap pekerja rumah tangga (Gorbán & Tizziani, 2018). Dengan demikian, kerangka regulasi yang menegakkan standar perburuhan tidak hanya meningkatkan kesejahteraan pekerja tetapi juga mendorong masyarakat yang lebih adil.

Meskipun banyak manfaatnya, pelaksanaan regulasi pekerja rumah tangga menghadapi tantangan yang signifikan di masa depan. Dalam hal ini bila regulasi perlindungan pekerja rumah tangga sudah ada, maka Indonesia juga perlu berinvestasi dalam mendukung implementasi dan tata kelolanya. 

Banyak dari pekerja rumah tangga berada dalam pekerjaan informal, tanpa kontrak atau perjanjian formal, yang menyulitkan penegakan hukum (Sa & Liu, 2022; Rahim & Islam, 2018). Di Bangladesh, meskipun regulasi pekerja rumah tangga sudah ada, tetapi sering kali tidak memadai dan tidak ditegakkan dengan efektif, meninggalkan pekerja rentan terhadap eksploitasi (Rahim & Islam, 2018). Di banyak daerah, norma budaya terkait kerja rumah tangga berkontribusi pada informalitas sektor ini, yang menghalangi upaya regulasi (Shalihah & Damarina, 2022). Para pengusaha juga sering kali menolak regulasi ini karena alasan ekonomi, khawatir akan meningkatnya biaya tenaga kerja (Oktavianti et al., 2024). 

Di beberapa negara, muncul paradoks terkait kesadaran yang meningkat tentang hak-hak hukum tidak selalu mengarah pada penegakan yang sesungguhnya, karena banyak pekerja rumah tangga enggan untuk menegaskan hak-hak mereka karena takut akan pembalasan atau kehilangan pekerjaan (Fleischer, 2024).

Beberapa negara telah muncul sebagai contoh dalam regulasi pekerja rumah tangga. Contohnya, Selandia Baru dan Jerman telah membangun kerangka kerja komprehensif yang mencakup perlindungan terhadap diskriminasi dan manfaat kesehatan untuk pekerja rumah tangga (Hsu, 2020). Di Amerika Latin, Brasil dan Argentina telah melihat kemajuan signifikan melalui pengesahan hak-hak tenaga kerja untuk pekerja rumah tangga, mencerminkan pengakuan yang semakin besar terhadap kontribusi mereka terhadap masyarakat dan ekonomi negara (Gorbán & Tizziani, 2018).

Praktik baik dari negara-negara ini dapat menjadi rekomendasi bagi penyusunan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Pertama, kerangka hukum yang komprehensif yang mengintegrasi standar internasional. Kedua, mekanisme penegakan yang kuat yang didanai dan staf yang memadai. Ketiga, program sosialisasi aktif yang menginformasikan pekerja tentang hak-hak mereka. Keempat, keterlibatan pekerja rumah tangga dalam proses pembuatan kebijakan untuk memastikan suara mereka didengar (Hsu, 2020; Jokela, 2017).

Proses dan Tantangan Penyusunan Regulasi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di Indonesia

Di Indonesia, upaya untuk menyusun regulasi yang melindungi hak-hak pekerja rumah tangga telah berlangsung selama beberapa tahun, namun prosesnya menghadapi berbagai tantangan. Meskipun Indonesia belum meratifikasi Konvensi ILO No. 189, terdapat dorongan dari organisasi masyarakat sipil, serikat pekerja, dan beberapa anggota parlemen untuk mengesahkan undang-undang yang khusus melindungi pekerja rumah tangga. Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) telah diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak tahun 2004, tetapi hingga saat ini, regulasi tersebut belum disahkan.

Meskipun berjalan lambat, terdapat kemajuan yang telah dicapai dalam upaya advokasi untuk perlindungan pekerja rumah tangga di Indonesia. Pada tahun 2010, Kementerian Tenaga Kerja mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang mencakup ketentuan mengenai hak cuti, upah yang layak, dan larangan pekerjaan berbahaya. Namun, peraturan ini bersifat administratif dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat seperti undang-undang. Selain itu, beberapa pemerintah daerah, seperti DKI Jakarta, telah mengeluarkan peraturan lokal yang memberikan perlindungan tambahan bagi pekerja rumah tangga, meskipun cakupannya terbatas pada wilayah tertentu.

Organisasi non-pemerintah (NGO) dan serikat pekerja, seperti Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), juga memainkan peran penting dalam mendorong kesadaran publik dan advokasi kebijakan. Mereka menggalang dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk media dan akademisi, untuk menekan pemerintah agar segera mengesahkan RUU PPRT.

Meskipun ada proses kemajuan rekognisi pekerja rumah tangga di Indonesia, namun proses penyusunan regulasi perlindungan pekerja rumah tangga di Indonesia menghadapi sejumlah hambatan signifikan. Salah satu hambatan utama adalah penolakan dan kekhawatiran dari pengambil kebijakan dan pengusaha yang khawatir bahwa regulasi akan meningkatkan biaya tenaga kerja dan membebani rumah tangga yang mempekerjakan pekerja rumah tangga (Kompas, 15 Maret 2021, RUU PPRT: Antara Harapan dan Kekhawatiran). Selain itu, pekerja rumah tangga sering kali dianggap sebagai bagian dari sektor informal, yang menyulitkan penegakan hukum dan pengawasan.

Norma budaya juga menjadi tantangan, di mana pekerjaan rumah tangga sering dipandang sebagai “bantuan” daripada pekerjaan formal, sehingga hak-hak pekerja tidak diakui sepenuhnya (Safitri, 2023). Pandangan ini disebabkan oleh kuatnya patriarkal dalam kerja perawatan yang melekat pada perempuan terkait pekerjaan domestik yang dianggap sebagai ranah privat. Selain itu, minimnya kesadaran di kalangan pekerja rumah tangga tentang hak-hak mereka juga berkontribusi pada rendahnya tekanan dari bawah untuk perubahan regulasi. Selain itu, kompleksitas dalam mengatur sektor yang sebagian besar bersifat privat dan tersebar di seluruh negeri menambah kesulitan dalam merancang mekanisme penegakan yang efektif.

Proses penyusunan regulasi perlindungan pekerja rumah tangga di Indonesia menunjukkan adanya kemajuan meskipun sangat lambat karena adanya tantangan politik, struktural dan budaya. Regulasi pekerja rumah tangga sangat penting untuk memastikan hak dan martabat pekerja rumah tangga baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Dengan menganalisis dan mengadopsi praktik baik dari berbagai negara, serta mempertimbangkan konteks lokal seperti di Indonesia, pemangku kepentingan dapat menciptakan sistem yang lebih adil yang melindungi hak-hak pekerja rumah tangga dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Referensi

Coe, C. and Glaser, A. (2024). Introduction to the special issue: organizing domestic work: the limits of regulations in the wake of the ilo domestic workers convention. Anthropology of Work Review, 45(2), 59-68. https://doi.org/10.1111/awr.12278 

Fleischer, F. (2024). “i have nothing to complain about”: the limits of law in mitigating everyday violence in domestic workers’ lives. Anthropology of Work Review, 45(2), 79-88. https://doi.org/10.1111/awr.12273 

Gorbán, D. and Tizziani, A. (2018). Comparative perspectives on domestic work in latin america (argentina and brazil). Journal of Latino/Latin American Studies, 9(1), 4-18. https://doi.org/10.18085/1549-9502.9.1.4 

Hsu, Y. (2020). Beyond convergence: regulating domestic employment in singapore, hong kong, and taiwan. Journal of Asian Public Policy, 14(1), 96-109. https://doi.org/10.1080/17516234.2020.1813064 

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. (2022, September 23). Urgensi Ratifikasi Konvensi ILO 189 untuk Pemenuhan dan Perlindungan Hak PRT. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia – KOMNAS HAM. https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2022/9/23/2237/urgensi-ratifikasi-konvensi-ilo-189-untuk-pemenuhan-dan-perlindungan-hak-prt.html 

Jokela, M. (2017). The role of domestic employment policies in shaping precarious work. Social Policy and Administration, 51(2), 286-307. https://doi.org/10.1111/spol.12288 

Oktavianti, P., Suwadi, P., & Firdaus, S. (2024). The policies for domestic worker protection between indonesia and philippines (kasambahay law)., 45-50. https://doi.org/10.2991/978-2-38476-218-7_8 

Rahim, M. and Islam, S. (2018). ‘it isn’t “help,” it’s work’: legal regulation of domestic work in bangladesh. Common Law World Review, 47(4), 272-289. https://doi.org/10.1177/1473779518811817 

Rullo, M. (2023). Claiming rights. In Human Rights Watch. https://www.hrw.org/report/2013/10/27/claiming-rights/domestic-workers-movements-and-global-advances-labor-reform 

Sa, Z. and Liu, J. (2022). Making an invisible care workforce visible: a survey of domestic workers in three cities in china. China Population and Development Studies. https://doi.org/10.1007/s42379-022-00104-1 

Safitri, D. M. (n.d.). Protecting domestic workers in Indonesia. East Asia Forum. https://eastasiaforum.org/2023/03/03/protecting-domestic-workers-in-indonesia/ 

Shalihah, F. and Damarina, R. (2022). The urgency of legal certainty in the protection of domestic workers in indonesia: a study in yogyakarta city.. https://doi.org/10.4108/eai.18-9-2022.2326039 

Yang, A., Fu, S., Liu, L., Fan, C., & Jilili, M. (2022). Act tough and soft: video monitoring, hongbao gifts, and the job satisfaction of domestic workers. Frontiers in Public Health, 10. https://doi.org/10.3389/fpubh.2022.862162 

Yuniarto, T. (2025, May 1). Sejarah dan Peringatan Hari Buruh Internasional. https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/sejarah-dan-peringatan-hari-buruh-internasional