Pelatihan Pedoman Teknis untuk Pendampingan Deportan dan Returni Perempuan dan Anak

Pelatihan Pedoman Teknis untuk Pendampingan Deportan dan Returni Perempuan dan Anak

Oleh: Laurensius Susilo Yunior, Program Support Inequality, Partnership and Membership INFID
Editor: Intan Bedisa, Communication & Digital Officer INFID

Keterangan: Peserta pelatihan sedang diskusi pengorganisasian penanganan dan pendampingan deportan dan returni (sumber foto: Dok. INFID)

INFID bersama PW Fatayat NU Jawa Timur mengadakan Pelatihan Pedoman Teknis untuk Pendampingan Deportan dan Returni Perempuan dan Anak yang Terpapar Paham Radikal Terorisme pada Selasa-Kamis, 20-22 Februari 2024 di Surabaya, Jawa Timur. Pelatihan ini diikuti oleh para pemangku kebijakan (multistakeholders) di Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Lamongan, dan Kota Sidoarjo dengan total 32 orang yang terbagi menjadi 20 perempuan dan 12 laki-laki. Pelatihan Pedoman Teknis merupakan bentuk dukungan penuh INFID dan PW Fatayat NU Jawa Timur dalam memastikan kesiapan multistakeholders untuk pelaksanaan deradikalisasi dan reintegrasi sosial mampu berjalan secara integratif dan komprehensif dari pusat sampai daerah.

Pedoman teknis ini telah disusun oleh INFID sejak 2020 dan ditulis oleh Mira Kusumarini bersama Any Rufaedah. Pada 2022, INFID bersama dengan PW Fatayat NU Jawa Barat dan PW Fatayat NU Jawa Timur telah melakukan pembaharuan terhadap pedoman teknis ini dengan memperkuat perspektif gender dan hak anak di dalamnya. Pedoman teknis ini disusun sebagai pedoman bagi pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil (OMS), dan organisasi masyarakat keagamaan yang menawarkan prinsip differentiated assistance yang merupakan prinsip pendampingan berdasarkan karakteristiknya, serta 3 paradigma utama, yaitu pemenuhan hak (right), perlindungan (protection), dan sensitif gender.

Pelatihan ini menghadirkan tiga orang narasumber secara virtual dan in person untuk membagikan pengalaman dan pengetahuan mengenai pendampingan dan pendekatan yang perlu dilakukan dalam proses deradikalisasi dan reintegrasi sosial terhadap deportan dan returni perempuan dan anak, termasuk dengan eks napiter dan kelompok atau orang terpapar paham radikalisme. Narasumber pertama, seorang eks returni perempuan yang saat ini sudah menjadi survivor, edukator dan advokat, menyampaikan faktor-faktor yang mendorong dan menarik seseorang dalam proses radikalisasi, serta dampak yang timbul terhadap orang tersebut. Selanjutnya, narasumber kedua, Any Rufaedah dari Division for Applied Social Psychology Research (DASPR) secara spesifik menyampaikan mengenai responsif gender dan pemenuhan hak anak dalam proses deradikalisasi dan reintegrasi sosial. Narasumber ketiga yaitu Kepala Bakesbangpol Provinsi Jawa TImur Eddy Supriyanto menyampaikan mengenai kerangka kebijakan dan dasar hukum yang saat ini sudah berlaku.

Sepanjang pelatihan, para peserta mendapatkan pelatihan secara langsung dari  trainer, di antaranya Direktur Eksekutif Yayasan Empatiku Mira Kusumarini dan Pemerhati Isu Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial Mega Priyanti. Ruang lingkup pelatihan ini secara khusus mengutamakan pada pengenalan prinsip dan pendekatan yang perlu diberikan dalam pelaksanaan pendampingan kepada deportan dan returni perempuan dan anak, termasuk dengan eks napiter dan kelompok atau orang terpapar paham radikalisme. 

Keterangan: Erly, WKRI Sidoarjo peserta pelatihan sedang menyampaikan hasil diskusi kelompok
(sumber foto: Dok. INFID)

Terdapat 11 prinsip dasar yang harus diterapkan dalam proses penanganan dan pendampingan deportan dan returni perempuan dan anak termasuk dengan eks napiter dan kelompok atau orang terpapar paham radikalisme, yaitu prinsip kemanusiaan, prinsip perlindungan dan penegakan hak asasi manusia, prinsip perlindungan dan pemenuhan hak anak, prinsip perbedaan individu, prinsip analisis kebutuhan, prinsip kehati-hatian, prinsip kerahasiaan, prinsip sosial budaya, prinsip kesetaraan, prinsip sensitif gender, serta prinsip partisipasi. 

Dalam pelatihan ini, pembekalan materi terfokus pada studi kasus dan diskusi kelompok tentang deportan, returni, eks-napiter (anak, perempuan, dan keluarga) sehingga para peserta dapat lebih memahami materi mengenai pendampingan terhadap deportan dan returni perempuan dan anak termasuk dengan eks napiter dan kelompok atau orang terpapar paham radikalisme.

 Selain diharapkan mampu meningkatkan kapasitas dalam melakukan pendampingan, pelatihan ini juga menghasilkan rencana tindak lanjut untuk memulai pendampingan terhadap deportan dan returni perempuan dan anak, termasuk dengan eks napiter dan kelompok atau orang terpapar paham radikalisme. Ke depannya, perlu penguatan perspektif gender dan hak anak kepada multistakeholders secara reguler, sehingga pendampingan terhadap deportan dan returni perempuan dan anak termasuk eks napiter dan kelompok atau orang terpapar paham radikalisme dapat terlaksana secara optimal.

Keterangan: Pembukaan pelatihan pedoman teknis (sumber foto: Dok. INFID)

Keterangan: Peserta sedang mendiskusikan tentang sejarah gerakan terorisme di Indonesia dengan metode susun acak (sumber foto: Dok. INFID)