RINGKASAN EKSEKUTIF: Praktik Moderasi Beragama di Lembaga Publik: Studi Kasus BSI, PLN, SMAN 53 Jakarta, dan MAN Insan Cendekia Sumatra Barat

RINGKASAN EKSEKUTIF: Praktik Moderasi Beragama di Lembaga Publik: Studi Kasus BSI, PLN, SMAN 53 Jakarta, dan MAN Insan Cendekia Sumatra Barat

RINGKASAN EKSEKUTIF: Praktik Moderasi Beragama di Lembaga Publik: Studi Kasus BSI, PLN, SMAN 53 Jakarta, dan MAN Insan Cendekia Sumatra Barat

Tahun 2019, pemerintah mencanangkan program penguatan moderasi beragama menjadi salah satu program prioritas pembangunan yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024. Program ini adalah langkah strategis pemerintah untuk mencegah perluasan pengaruh ekstremisme keagamaan, memperkuat toleransi dan wawasan kebangsaan di kalangan masyarakat agama. Dengan anggaran mencapai Rp3.2 Triliun (di Kementerian Agama saja), kampanye moderasi beragama dilakukan secara masif dan menimbulkan respons yang beragam. Selain respons afirmatif dan konformis, moderasi beragama juga mendapat kritik dan serangan. Sebagian aktivis Hak Asasi Manusia yang mengkritik moderasi beragama kurang berpihak pada perlindungan kelompok minoritas, sementara gerakan politik Islam seperti Hizbut Tahrir Indonesia menuduh moderasi beragama sebagai gagasan yang menyimpang, dapat melemahkah akidah dan mengusung semangat anti-Islam. Setelah tiga tahun kampanye masif moderasi beragama, bagaimana bentuk-bentuk respon ini beresonansi di kalangan masyarakat? Perubahan apa yang dapat dilihat di sektor-sektor penting yang selama ini menjadi perhatian dalam isu radikalisme dan ekstremisme? Apa yang dicapai dan apa yang perlu dikoreksi dari kampanye moderasi beragama?

Add a Comment

Your email address will not be published.